AcehXPress.com | Banda Aceh – Konflik vertical antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia tidak saja melibatkan kaum pria. Direktur Eksekutif Katahati Institute, Raihal Fajri menyebutkan kalangan perempuan (Inoeng Balee) juga ikut angkat senjata. Sayangnya proses reintegrasi perdamaian Aceh dan peningkatan perekonomian kombatan GAM belum sepenuhnya memprioritaskan kombatan perempuan.
“Kan nggak jelas berapa jumlah kombatan perempuan? Dimana saja? Pemberdayaan apa yang sudah diberikan oleh pemerintah. Dan selama ini kami memang melihat, bicara pemberdayaan ekonomi kombatan, murni seputar kombatan pria,” tukasnya menyikapi sembilan tahun perdamaian Aceh, Rabu (13/8/2014).
Pada dasarnya, konflik GAM dan Indonesia telah menempatkan kalangan perempuan dalam dua posisi berbeda. Yang pertama tentunya sebagai pejuang GAM itu sendiri. Dalam hal itu, mereka tidak saja harus rela melakoni aktifitas pria dengan mengangkat senjata. Lebih daripada itu, penangkapan mereka oleh aparat keamanan juga berujung pada penyiksaan fisik hingga pelecehan seksual.
Di lain sisi, secara umum kalangan perempuan merupakan korban konflik itu sendiri. Baik itu sebagai janda kombatan GAM, maupun sebagai masyarakat biasa yang mengalami dampak konflik. Sayangnya, prioritas pembangunan Aceh pasca damai tak secara khusus melihat elemen ini.
“Harusnya sebagai kombatan GAM, dr Zaini dan Muzakkir Manaf punya sensitifitas yang lebih tinggi terhadap kalangan perempuan yang juga pejuang serta korban konflik,” tandasnya.
Selain itu, Raihal juga menyorot mekanisme pemberian bantuan terhadap kombatan GAM. Selama ini, dia melihat strategi pembagian bantuan tidak mengedepankan aspek keberlanjutan. Sebut saja semisal belum adanya mekanisme pengawasan bantuan modal usaha terhadap kombatan. Akibatnya bantuan usaha yang diterima dalam jumlah yang tak banyak itu cenderung digunakan untuk konsumsi saja.
“Perlu strategi pengawasan,” pintanya.
Rumah Pengetahuan Kaki Langit
Proses perdamaian yang terjadi di Aceh melalui tahapan yang tak mudah. Di banyak negara bahkan, pola perdamaian Aceh telah menjadi pijakan konsep gagasan perdamaian yang bisa diterapkan oleh negara lainnya. Katahati Institute sendiri melihat hal tersebut perlu didokumentasikan agar menjadi bahan pembelajaran secara global.
“Kami menginisiasi Rumah Pengetahuan Kaki Langit. Berisi pengetahuan dan pola pemenuhan hak-hak dasar, perdamaian, dan resolusi konflik, tatakelola pemerintahan, sumber daya alam dan kebencanaan serta keterbukaan informasi public,” pungkasnya. [tgj]
EmoticonEmoticon