Orang Aceh Gagal Membaca Masa Depan

ilustrasi
AcehXPress.coSeorang cendekiawan kelahiran Aceh yang pemikirannya menjadi rujukan banyak kalangan di Jawa, Prof Dr Irwan Abdullah yang juga tampil pada seminar di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry, kemarin, mengingatkan pentingnya masyarakat Aceh membaca masa depan terutama dalam bidang pendidikan. “Orang Aceh gagal membaca masa depan, seharusnya Aceh mampu mengubah masa lalu untuk menggapai masa depan. Orang Jogja mampu mengkapitalisasi pendidikan, sehingga mereka menjadi masyarkat yang maju,” kata Irwan Abdullah.
Ia juga menegaskan, jalan keluar dari semua persoalan di Aceh adalah pendidikan dan mengelolanya menjadi lebih besar. Ia juga mengulas program besar beasiswa di Aceh untuk menyekolahkan anak-anak Aceh belum optimal hingga saat ini.
Menurutnya, banyak anak Aceh yang kreatif dan berdikari sendiri di dunia pendidikan hingga berhasil tanpa melibatkan Pemerintah Aceh. Potensi-potensi ini masih minim mendapat ruang berekspresi. “Harusnya potensi orang Aceh diberi ruang, mana panggung kreasi bagi para seniman, bagi orang-orang pintar di Aceh, ruangnya masih terlalu sempit,” katanya.
Ia juga menyentil persoalan yang berkaitan dengan kondisi masyarakat Aceh saat ini yang tumbuh berkembang dengan gaya hidup yang luar biasa, tetapi menyisakan persoalan pendangkalan budaya dan pendangkalan akidah yang terus terjadi.
Sedangkan Wakil Rektor III UIN Ar-Raniry, Dr Syamsul Rijal MAg yang tampil pada sesi akhir mengatakan, perubahan paling mendasar yang diperlukan dalam konteks ‘Aceh Baru’ adalah mewujudkan instrumen tata nilai kehidupan berbasiskan spirit syar’i yang melahirkan sebuah bentuk kehidupan komunitas di Aceh.
Menurutnya, tantangan yang akan dihadapi saat proses ini dilakukan adalah mampukah kita mewujudkan Aceh dengan Aceh penuh kekhususan dalam pelbagai dimensi kehidupannya, kehidupan ekonomi, sosial budaya serta politik sarat nilai spirit syar’i.
Bagaimana pun juga, ketika masyarakat yang terdiri dari ulama, umara mampu mentransformasikan dirinya menuju peradaban yang lebih baik dan tinggi; ketika itu pula dapat ditegaskan bahwa masyarakat Aceh telah bangkit dari keterpurukan sebelumnya sehingga memiliki jati diri bermartabat dan berkeadilan dalam konteks spirit syari.
Sebaliknya, jika tidak seperti itu, maka masyarakat kita akan mengalami stagnasi dan gagal mentransformasikan dirinya menuju peradaban yang baik dan lebih tinggi, komunitas seperti itu tidak layak dikatakan bangkit dengan konstruksi peradaban yang tinggi.
Sementara itu, saat membuka seminar, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsapat UIN Ar-Raniry mengemukakan, Program Studi Sosiologi Agama di Fakultas yang dimpimpinnya itu diharapkan menjadi bagian yang akan memberikan solusi pada setiap persoalan keagamaan yang muncul dalam masyarakat akhir-akhir ini.
“Kehadiran studi sosiologi agama diharapkan menjadi bagian yang menjawab persoalan keagamaan saat ini. Apalagi mulai muncul kekhawatiran-kekhawatiran atas keadadaan keberagamaan di Aceh dan Indonesia secara umum,” demikian Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry. [serambi]


EmoticonEmoticon