57.000 Orang Gangguan Jiwa Dipasung di Indonesia

Ilustrasi
AcehXPress.co|  Pekanbaru - Seorang penggiat masalah kesehatan jiwa, Prof. Dr Budi Anna Keliat, mengatakan, sebanyak 57.000 lebih orang Indonesia pernah dipasung keluarga selama minimal dua hingga 20 tahun.
"Bahkan ada yang mencapai 40 tahun, dan perlakuan pemasungan itu jelas melanggar HAM karena masyarakat telah merampas hak penderita dari sisi pangan, sandang dan papan," katanya dalam keteranganya, Rabu (29/10)
Ia mengatakan, sebanyak 57.500 jiwa yang pernah dipasung itu merupakan bagian dari 400.000 jiwa penderita gangguan kesehatan jiwa di Indonesia.
Menurut Budi Anna, dalam temuan kasus tersebut negara terbukti "tidak hadir" sebagai pendamping, ketika masyarakatnya stres akibat adanya anggota keluarga mereka mengalami gangguan kesehatan jiwa (gila).
Oleh karena itu kini, katanya, Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IKPJI) terus menggiatkan pembahasan tentang legal aspek untuk melindungi penderita gila agar tidak lagi dipasung dengan harapan pada 2019 Indonesia sudah bebas pasung.
"Harapan ini optimistis tercapai sebab UU Kesehatan Jiwa No 8 tahun 2014, sudah mengisyaratkan keluarga dan masyarakat dilarang memasung anak, atau saudaranya yang menderita gila. UU ini sudah sangat lebih baik jika dibandingkan pada masa 1968 di mana pengaturan soal orang gila disatukan dengan UU No 23 tahun 1990 tentang Kesehatan yang pasalnya tidak spesifik lagi," katanya.
Ia memandang bahwa UU Kesehatan Jiwa No 8 tahun 2014 itu, justru lebih menguntungkan bagaimana memperlakukan orang gila lebih manusiawi lagi supaya sehat kembali jiwanya serta memberikan perlindungan kepada pasien gangguan kesehatan jiwa itu.
Sebab, katanya lagi, orang gila juga manusia dan berhak mendapat hak sandang, papan, dan pangan. Perampasan hak orang gila terjadi selama ini lebih akibat keterbatasan kemampuan dan wawasan keluarga, apalagi adanya anggapan kalau orang gila dianggap berprilaku aneh dan bisa mengganggu orang banyak, dengan sifatnya yang kadang merusak itu.
"Padahal mereka berprilaku gila karena ada sesuatu yang terjadi di dalam syaraf mereka sehingga sikap masyarakat perlu diubah dan dinas kesehatan dan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota perlu melakukan pengawasan dan evaluasi," katanya.
Evaluasi oleh dinas terkait diperlukan, katanya, khususnya peningkatan kemampaun tenaga perawat, apalagi penderita bisa menuju sehat sudah bisa berkomunikasi, bisa mandi sendiri, dan sudah bisa pulang hanya dalam kunjungan 6-8 minggu.
Budi Anna bersama timnya yang pernah mendampingi masyarakat antara lain dalam pascabencana gempa Aceh itu, meyakini 2019 Indonesia bebas pasung juga jika persepsi semua lintas terkait dibangun yakni pertama dimulai dengan semua faskes I memiliki program kesehatan jiwa, minimal perawat dan dokternya telah diberikan pelatihan. [Antara | Beritasatu]


EmoticonEmoticon