ACEHXPress.com | Setelah 10 tahun musibah tsunami yang memporak-porandakan Aceh, membuat rakyat Aceh kehilangan keluarga serta harta benda miliknya pada 26 Desember 2004 silam. Bahkan LBH Anak Aceh mencatat masih ada 37 anak dinyatakan hilang belum ditemukan hingga kini. Hal tersebut dikatakan oleh Manager Program LBH Anak Aceh, Rudy Bastian. "Dari sejumlah pengaduan orang tua dari tahun 2004 sampai 2012, kami mencatat ada 37 anak yang diyakini masih selamat dari terjangan musibah tsunami, namun hingga kini keberadaannya belum jelas," katanya. Menurutnya, pasca tsunami banyak informasi menyatakan bahwa anak-anak mereka pernah dilihat oleh kerabat dan masyarakat yang mengenalnya. Bahkan mereka percaya anak-anak itu selamat dan masih hidup. Namun sayangnya, LBH Anak Aceh tak bisa berbuat banyak, karena keterbatasan wilayah kerja maupun wilayah yurisdiksi yang melibatkan lintas negara. Sudah menjadi rahasia umum, anak-anak Aceh pascatsunami dibawa secara massal ke luar dari daerah Aceh, baik oleh relawan ataupun oleh sanak famili yang mengenal anak-anak tersebut. Dan tidak sedikit ada oknum yang dengan berani mengakui kerabat dan keluarga anak-anak korban tsunami tersebut dengan tujuan ingin merawat, tetapi malah mencari keuntungan dengan mengasuh anak tersebut. "Kami percaya, pada instansi pemerintah juga mempunyai data serupa pasca kejadian tsunami lalu, Dan pemerintah tidak boleh abai menyangkut masalah anak ini," tandasnya. Rudy menyatakan, kisah Fanisa Rizkia (15) asal Lhokseumawe, berakhir menjadi pembantu rumah tangga di Malaysia, harus mengingatkan pemerintah dan semua pihak bahwa masih banyak Fanisa lainnya yang saat ini mengalami nasib serupa dan sangat menyedihkan tidak tahu keberadaannya. [] |inilah
ACEHXPress.com | Khatib salat Jumat di seluruh masjid kabupaten dan kota di Aceh, akan membacakan materi khutbah tentang 10 tahun tsunami. Hal itu disampaikan Ketua Badan Kemakmuran Masjid Agung Islamic Centre Lhokseumawe, Tgk. H. Ramli Amin, Jumat 26 Desember 2014. Menurut Ramli, teks untuk bahan khutbah ditulis oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tgk. H. Ghazali Mohd. Syam. "Sesuai instruksi gubernur, dianjurkan untuk seluruh masjid kabupaten/kota di Aceh agar khatib Jumat membacakan teks khutbah itu," ujar Ramli Amin. Ketua MPU Aceh menyiapkan renungan 10 tahun tsunami tersebut dengan judul ‘Jadikanlah Musibah Tsunami Aceh sebagai Perenungan untuk Meningkatkan Iman dan Taqwa kepada Allah’. Melalui renungan tesebut diharapkan seluruh masyarakat Aceh lebih mendekatkan diri kepada tuhan. Selain membacakan materi tentang tsunami, usai pelaksanaan salat Jumat, semua masjid juga akan menggelar doa dan zikir bersama. Doa dan zikir bersama dimaksudkan untuk mengirimkan doa kepada seluruh korban meninggal pada saat kejadian tsunami 10 tahun silam. [] |vivanews
Wartawan BBC Andrew Harding bertemu lagi dengan salah seorang anak korban tsunami Mawardah Priyanka.
ACEHXPress.com | Wartawan BBC Andrew Harding kembali ke Aceh setelah 10 tahun bencana tsunami dan bertemu lagi dengan salah seorang anak korban tsunami Mawardah Priyanka. Sulit untuk mengenali Lhok Nga Pohon-pohon telah tumbuh kembali. Saat dilihat dari jalan, desa kecil itu seperti tersembunyi di balik tirai tebal berwarna hijau. Ketika kami menghentikan kendaraan di daerah pinggiran, saya berdiri di tepi jalan di atas bukit sembari mencari wajah yang saya kenali--dan memikirkan betapa banyak perubahan yang terjadi. Sepuluh tahun yang lalu, saya ingat situasinya sangat berbeda. Beberapa hari setelah tsunami - ketika semuanya rata - dari sini Anda dapat melihat ke segala arah - termasuk laut, yang berjarak sekitar dua kilometer di bagian barat dan juga ibu kota Banda Aceh. Lumpur, puing, serta kesengsaraan ada di mana-mana. Para relawan mulai mencari jenazah, dan ratusan mayat terbaring di jalanan. Reuni yang mengharukan Di tenda darurat pengungsi yang didirikan dekat masjid, saya pertama kali bertemu dengan Mawardah Priyanka. Saat itu dia berusia 11 tahun, kelelahan, sangat kotor, dan sendirian. Kedua orangtuanya meninggal karena gelombang tsunami - yang diperkirakan setinggi 35 meter - menimpa rumah mereka di desa di pesisir Lampuuk. Beberapa hari kemudian dia menemukan kakaknya, Mutiyah, 16 tahun, ditemukan masih hidup. Dalam beberapa bulan selanjutnya, saya tetap saling berkabar dengan dua bersaudara tersebut selagi mereka pindah ke tenda pengungsian, lalu ke tenda mereka sendiri, dan kemudian ke rumah baru yang dibangun oleh lembaga amal Oxfam. Mawardah kembali ke sekolah. Adapun Mutiyah menikah dan pindah. Kakak mereka yang lebih tua, Ita, pindah ke rumah mereka di Lhoknga. Tetapi, delapan tahun kemudian, saya kehilangan kontak mereka. Sulit bagi saya untuk menentukan arah ketika saya berjalan di tempat yang dulu sangat berlumpur. Sekarang di tempat itu ada jalan raya, dengan jembatan baru di atas sungai kecil. Di sebelah kanan, saya melihat bangunan rumah - sangat sederhana, berdinding kayu dan beratap seng. Seseorang berteriak bahwa ada orang asing datang, dan tiba-tiba sosok yang tinggi dengan berseri-seri berlari keluar dari rumah. Reuni yang membahagiakan, mengharukan - dan sempat beberapa saat janggal - bagi kami berdua. Saya melihat bagaimana sosok Mawardah kecil telah berubah -tentu bertambah tinggi- dan betapa kehadiran saya berarti bagi dia dan bagi saudarinya Mutiyah yang tiba dari daerah lain, dua hari kemudian. Saya merasa bersalah karena tidak berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengontak mereka kembali ketika jaringan asing meninggalkan provinsi itu. "Tidak ada yang peduli terhadap saya - tidak ada yang mencintai saya seperti orangtua saya," kata Mawardah sambil menangis keesokan harinya. Tsunami menghancurkan jejak orangtuanya - tidak tersisa foto ibu atau ayahnya. Sedangkan Ita harus menghidupi keluarga, seringkali meninggalkan Mawardah sendirian. Rumah yang kosong Tetapi kemudian, tampak jelas bahwa bencana yang menyapu kehidupan Mawardah, juga berdampak positif. Pada usia 21 tahun, dia menjadi sosok perempuan muda yang percaya diri, cerdas dan berambisi. Dia meraih sejumlah beasiswa dari perusahaan semen lokal (yang dibangun kembali setelah tsunami) dan kuliah jurusan bahasa Inggris di sebuah perguruan tinggi swasta di Banda Aceh. Selama dua hari, kami mengobrol di rumah kecilnya, berkunjung ke sekolah dan makan siang dengan teman-teman dekatnya, saya belajar lebih banyak tentang cobaan dan komplesitas hidupnya, dan itu membawa saya memahami bahwa pengalaman Mawardah merupakan cerminan keadaan di Aceh dalam satu dekade setelah tsunami. Di sana pertama kali dibangun rumah - satu dari 140.000 unit yang dibangun dengan bantuan dana internasional sebanyak 7 miliar dolar AS untuk Aceh. Rumah Marwadah dibangun dengan cepat dan atapnya tampak bocor, tembok tipis, dan saya ingat sejumlah pertengkaran yang tidak pantas di awal masa pembangunan mengenai kerabat mana yang akan memiliki hak atas rumah. Tetapi, bangunan itu akhirnya sesuai dengan peruntukannya, dan keluarga kemudian mengakui bahwa rumah mereka lebih baik dibandingkan yang mereka miliki sebelum 2004. Di tempat lain, banyak rumah tidak ditempati - bangunan itu dibangun di tengah kebingungan karena koordinasi yang buruk, dan seringkali bersaing antar lembaga bantuan, memiliki banyak uang dan terkadang lebih memikirkan menghabiskannya dengan cepat dibandingkan mengetahui keinginan komunitas lokal. "Saya memberikan (skor untuk) upaya bantuan 65 (dari 100)," kata Muslahuddin Daud, seorang pejabat Bank Dunia yang hampir terkena tsunami. "Banyak yang tidak sempurna. Untuk 7 miliar dolar kami dapat melakukannya lebih baik dengan banyak cara. Banyak rumah-rumah kosong... berlebihan. Kami memiliki lebih dari 500 organisasi bantuan dan... banyak yang tumpang tindih." "Dan banyak uang bantuan asing dalam jangka panjang membuat orang jadi bergantung - dan mereka jadi malas. Pertumbuhan di Aceh masih mandeg - kemampuan untuk mengelola sumber daya tidak ada," kata Daud. Perempuan yang kuat Dan kemudian terjadi perdamaian. Sebelum tsunami, Aceh bergulat dengan kekerasan akibat pemberontakan. Meski masih berusia 11 tahun, Mawardah ingat kondisi tersebut berdampak pada semua orang, ketakutan, jalanan ditutup dan bentrokan yang terjadi di desa-desa. Tetapi bencana kemudian membawa pembicaraan damai, dan saat ini provinsi ini terus mendapatkan manfaat dari kesepakatan otonomi yang mengakhiri konflik. Pemerintahan baru telah menerapkan elemen hukum Syariah- yang didukung banyak warga termasuk Mawardah. Tetapi kritik mengatakan sejumlah hukuman tersebut mencederai hak asasi manusia. Meski jumlah investor asing yang meningkat, provinsi ini masih termasuk lambat dalam pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. "Kami menyukai Syariah dan saya merupakan seorang Muslim yang taat," kata Mawardah. Meski demikian, dia mengaku yakin bahwa petugas polisi Syariah seringkali bersikap "munafik". Suatu sore, kami mampir di kampus Mawardah di Banda Aceh tempat dia berlatih Thai kickboxing dengan sekelompok mahasiswa dan mahasiswa. "Dia mahasiswi yang bagus. Dia bekerja dan belajar dengan keras. Sebagai seorang perempuan, dia memiliki semangat seperti pria. Dia kuat. Dia tidak mudah menyerah," kata guru bahasa Inggrisnya Maulizan Za. Dia khawatir mengenai inflasi, tetapi - seperti banyak orang yang saya tanyai - mereka yakin bahwa hidup mereka lebih baik dan aman dibandingkan sebelum tsunami. "Teman saya merupakan keluarga saya sekarang," kata Mawardah, setelah berlatih kickboxing dan bersiap kembali ke rumah dengan mengendarai motor saudarinya. "Saya ingin menjadi seorang perempuan yang kuat. Setelah saya lulus saya akan kuliah di Amerika, dan bekerja sebagai seorang reporter. Saya merasa masa depan saya akan cerah," kata dia mencerminkan kepercayaan diri. [] |kompas
ACEHXPress.com | Wakil Presiden Jusuf Kalla bertolak ke Banda Aceh untuk menghadiri peringatan 10 tahun bencana tsunami. Salah satu tempat yang akan didatangi JK adalah pemakaman massal Siron di Lambaro, Aceh. Saat tsunami menewaskan ratusan ribu warga Aceh pada 26 Desember 2004, JK menginstruksikan jenazah korban dimakamkan secara massal di sana. "Setelah berkonsultasi dengan banyak ulama, JK mengeluarkan fatwa untuk menguburkan mereka secara massal," kata juru bicara JK, Husain Abdullah, kepada Tempo, Jumat, 26 Desember 2014. Menurut Husain, saat itu warga Aceh kebingungan untuk mengurus jenazah sebanyak itu. Sesuai tata cara Islam, jenazah seharusnya dimandikan dan disalatkan. Namun jumlah korban yang luar biasa membuat ritual tersebut sukar dilakukan. Akhirnya, kata Husain, JK membuat keputusan agar jenazah dikubur tanpa dimandikan atau disalatkan. "JK bilang akan bertanggung jawab dunia-akhirat," ujar Husain. Sepuluh tahun setelah tragedi itu terjadi, JK kembali datang untuk berziarah dan mendoakan para syuhada. Menurut Husain, JK turut didampingi sejumlah menteri, yaitu Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Yuddy Chrisnandi. Selain itu, mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab juga ikut hadir. Seusai ziarah ke Siron, JK dijadwalkan menghadiri Pameran Ekspo Kebencanaan di Museum Tsunami serta peluncuran buku Ombak Perdamaian karya Fenty Effendy. Buku itu bercerita tentang tsunami dan perdamaian di Aceh. JK juga akan meluangkan waktu untuk berbincang dengan warga di Pendapa Gubernur Aceh seusai salat Jumat. [] |tempo
ACEHXPress.com | Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry turut memperingati 10 tahun tsunami yang meluluhlantakkan Aceh. Kenangan dan harapannya terkait bencana alam yang menggguncang kawasan selatan Asia itu termuat di situs kementeriannya. "Saya tak akan pernah melupakan semua pemberitaan soal tsunami di Samudera Hindia pada 10 tahun lalu. Kota-kota hancur dari Indonesia sampai Somalia, air menyapu rumah penduduk, ribuan orang tewas dan yang lain terpisah dari keluarganya," papar Kerry, dalam pernyataan yang ditulis pada Senin (22/12/2014) itu. Kerry pun mengajak semua orang sejenak berhenti dari aktivitas saat ini, untuk mengenang orang-orang yang menjadi korban tsunami, dari para nelayan dan petani lokal sampai para wisatawan yang sedang berada di lokasi tsunami pada saat itu. "Saya tahu, tak ada kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan kehilangan itu. Tak ada cara untuk menghapus luka hati para orangtua yang kehilangan anak-anaknya atau anak yang kehilangan orangtuanya dan dipaksa menjadi lebih cepat dewasa daripada umur sebenarnya." Dalam pernyataannya itu, Kerry menyatakan pula penghargaan untuk jutaan orang yang telah turun tangan membantu upaya pemulihan di kawasan terdampak tsunami tersebut. Penghargaan lebih tinggi dia sampaikan kepada mereka yang masih melanjutkan kontribusinya itu, setelah tsunami lewat bertahun-tahun. "Tsunami ini merupakan salah satu yang terburuk yang pernah kita lihat, tetapi sekaligus memunculkan banyak hal terbaik dari kita," sebut Kerry. Namun, ujar dia, tsunami tersebut juga sekaligus menggemakan peringatan bagi para penghuni Bumi. Selama ini, tutur Kerry, sejumlah wilayah sudah kerap mengalami banjir dan peningkatan permukaan tinggi air. Namun, kata dia, para peneliti selama bertahun-tahun sudah menyuarakan pula bahwa perubahan iklim dapat berarti akan ada badai yang lebih banyak dan merusak. "Kecuali kita berupaya menghentikan dan membalikkannya." "Pada hari kita mengenang tsunami ini, kami berduka bersama seluruh saudara-saudara kita di Asia dan Afrika yang terdampak bencana tersebut," tulis Kerry. Dia pun menjanjikan komitmen membantu pemulihan daerah-daerah yang terdampak bencana itu, menjadi lingkungan yang lebih aman dari bencana sebagai warisan bagi anak cucu. [] |kompas
ACEHXPress.com | Hari ini warga Aceh memperingati 10 tahun terjadinya bencana alam tsunami. Bencana yang mungkin sulit mereka lupakan ketika itu. Rangkaian acara digelar sejak 25-28 Desember 2014. Namun puncak peringatannya tepat hari ini 26 Desember 2014. Seperti dikutip situs Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Jumat (28/12/2014), rangkaian acara dimulai sejak Kamis malam dengan menggelar Aceh Berzikir. Acara ini diadakan di Mesjid Raya Baiturrahman, yang diawali dengan berdoa, tausiyah dan dilanjutkan dengan Zikir. Sementara hari ini, digelar upacara Peringatan 10 Tahun Tsunami. Upacara ini merupakan puncak peringatan 10 tahun tsunami dan akan dihadiri oleh pejabat senior pemerintah Indonesia, perwakilan negara sahabat, pekerja kemanusiaan dan elemen masyarakat sipil. Setelah itu, usai upacara hingga Minggu 28 Desember, digelar Pameran Kebencanaan, Seni Kreatif, Pameran Foto bertema: Rekonstruksi dan pengurangan resiko bencana. Pameran kebencanaan dilakukan di Blang Padang, untuk Seni Kreatif dan pameran foto dilakukan di Museum Tsunami Malam harinya, digelar Kesenian Aceh atau Malam Apresiasi. Acara ini akan menjadi malam apresiasi dari Aceh untuk Dunia. Dengan penampilan terbaik dari seniman Aceh, diharapkan juga adanya pertunjukan seni yang dibawakan dari kelompok seniman dari dalam dan luar negeri. Minggu, 28 Desember, digelar Run ID Tsunami 10 K. Acara lari 10 km ini merupakan simbol dari harapan dan jiwa kebebasan dalam kemanusiaan. para peserta akan memiliki pemahaman mengenai upaya rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dengan berlari sepanjang wilayah yang terkena tsunami. [] |detikcom
ACEHXPress.com | Ratusan orang mengikuti Aceh Berzikir di Banda Aceh, Provinsi Aceh, Kamis (25/12/2014) malam, memperingati 10 tahun tsunami yang menewaskan 220.000 orang dari 14 negara. Pada Desember 2004, gempa berkekuatan 9,3 skala Richter mengguncang pantai barat, memicu gelombang raksasa air yang meluluhlantakkan Indonesia, Thailand, Sri Lanka, dan Somalia. Di antara para korban tewas adalah ratusan wisatawan yang sedang menikmati liburan Natal di wilayah-wilayah pantai dengan matahari tropis menyinari itu, menyebabkan bencana ini mendunia. Sekitar 7.000 pemuka agama Islam, para korban selamat, dan petugas penyelamat, berkumpul dan berdoa pada Kamis malam, di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, yang menjadi "saksi mata" musibah besar itu. Ulama Malaysia, Syeikh Ismail Kassim, mengatakan dia dan beberapa ratus orang kolega mengikuti zikir ini untuk menunjukkan dukugan mereka kepada Aceh. "Kami harap warga Aceh tak goyah meski mengalami musibah ini," kata Kassim. Gubernur Aceh, Zaini Abdullah berterima kasih kepada para peserta zikir, baik dari Indonesia maupun luar negeri, atas kedatangan mereka ke masjid ini. "Tsunami telah menyebabkan duka mendalam bagi warga Aceh, oleh kehilangan orang-orang yang mereka cintai," kata Zaini. "Simpati dari sesama orang Indonesia maupun masyarakat internasional, membantu (Aceh) pulih." Zaini pun meminta warga Aceh untuk tak berdiam dalam duka. "Sehingga kita bisa bangkit dari keterpurukan dan mewujukan Aceh yang lebih baik," harap dia. Kamaruddin, nelayan setempat, mengatakan dia mengikuti zikir ini untuk mengenang istri dan tiga anaknya yang meninggal karena tsunami tersebut. "Saya harap tak ada lagi bencana di Aceh," harap lelaki berumur 50 tahun tersebut. Di Meulaboh, kawasan pantai yang menjadi "ground zero" tsunami--wilayah yang berhadapan langsung denagn ombak setinggi 35 meter ketika tsunami terjadi pada 2004--bendera merah putih berkibar setengah tiang, sementara sebagian warga menggelar acara doa di masjid yang menjadi satu-satunya bangunan utuh setelah tsunami menerjang. Peringatan utama atas musibah pada sepuluh tahun lalu itu, akan digelar pada Jumat (26/12/2014) pagi, dimulai dari Aceh yang pertama kali dihantam tsunami pada saat itu, berlanjut ke Thailand yang akan menggelar upacara dengan menyalakan lilin di resor antara Pukhet adn Khao Lak. Peringatan 10 tahun tsunami juga akan digelar di Srilanka, termasuk di lokasi tempat sebuah kereta dengan 1.500 penumpang terempas tsunami. Di beberapa negara di Eropa, peringatan serupa juga berlangsung, bagi para korban berkewarganegaraan asing yang menjadi korban dalam musibah yang sama. [] |kompas
kapal yang terdampar akibat tsunami (Choo Youn Kong/Getty Images)
ACEHXPress.com | Sejak tiga hari terakhir nelayan Aceh sudah mulai memarkirkan perahunya di sejumlah dermaga di Aceh. Mereka tiga melaut untuk menghormati dan memperingati tragedi tsunami yang menghumbalang Aceh 10 tahun silam. Panglima Laot Aceh, Bustaman, mengatakan, setelah digelar musyawarah dengan para nelayan diputuskan 26 Desember sebagai hari pantang melaut. Tujuannya, untuk mengenang warga Aceh yang menjadi korban saat tsunami menyapu tanah Rencong. Panglima Laot Aceh adalah sebuah struktur adat di kalangan masyarakat nelayan Aceh, yang bertugas memimpin persekutuan adat pengelola Hukum Adat Laut. "Saat tsunami dulu banyak nelayan yang tinggal di wilayah pesisir menjadi korban. Keputusan pantang melaut ini sudah berlaku sejak beberapa tahun lalu," kata Bustaman, Kamis (25/12/2014). Seruan untuk tidak melaut sudah disampaikan kepada seluruh nelayan di Aceh sejak beberapa waktu lalu. Selain 26 Desember, hari pantang melaut di Aceh lainnya yaitu hari Jumat dan lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha. Menurut Bustaman, sebagian nelayan di Aceh sudah tidak melaut sejak tiga hari lalu karena takut nanti pada 26 Desember tidak bisa pulang. Ia mengajak seluruh nelayan untuk mengisi hari pantang melaut dengan zikir maupun doa besama. "Semua nelayan Aceh patuh dengan aturan pantang melaut," ungkapnya. [] |detikcom
ACEHXPress.com | Perayaan dan pelaksanaan Misa Natal, Kamis (25/12) di Banda Aceh berjalan lancar. Ratusan umat Kristen bisa beribadah di Gereja Hati Kudus, Banda Aceh dengan aman, meskipun sebelumnya sempat berembus isu tidak sedap. Meskipun hujan melanda Banda Aceh dalam empat hari terakhir, termasuk sejak tadi malam dan pagi, umat Kristen tetap berbondong-bondong melaksanakan Misa di Gereja ini. Semua jamaah, meskipun sedikit berbasah-basah, khidmat mengikuti ritual ibadah Misa. Baik yang berlangsung tadi malam, hingga tadi pagi. Pantauan merdeka.com, hanya ada beberapa personel kepolisian yang berjaga-jaga di sekitar gereja. Mereka duduk-duduk santai sambil berlindung di tempat teduh agar tidak basah diguyur hujan. Demikian juga penjagaan di sejumlah gereja lainnya di Banda Aceh. Tidak ada hal membetot perhatian publik. Anggota polisi hanya berada beberapa meter dari setiap gereja di Banda Aceh. Menurut Pastur Gereja Hati Kudus, Evran Sinaga, meskipun mereka tinggal di Aceh minoritas, akan tetapi bisa menjalankan ibadah Natal dengan tenang. Namun, Evran tidak menampik ada sedikit perasaan cemas. Tetapi semua ketakutan ini tidak terbukti karena umat Kristen di Banda Aceh bisa menjalankan ibadah Misa Natal dengan lancar. "Terlepas kami minoritas, kami merasa senang bisa menjalan ibadah dengan aman," kata Evran Sinaga. Evran mengaku, sebelumnya memang ada mendengar informasi soal ancaman, hingga membuat segelintir umat Kristen khawatir. Tetapi sampai saat ini kekhawatiran itu tidak terbukti. "Kami merasa situasi tetap kondusif, berkat kerjasama dengan pihak polisi dan pihak lainnya," ujar Evran. [] |merdeka
ACEHXPress.com | Kedatangan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla menghadiri peringatan sepuluh tahun Tsunami dipusatkan di Blang Padang, Banda Aceh, dinilai menjadi momentum Pemerintah Provinsi Aceh menagih janji pemerintah pusat. Hal ini dinilai tidak boleh dilewatkan oleh rakyat Aceh. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Muhammad Nasir Djamil, mengatakan kedatangan JK diharapkan bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah Aceh menagih kewenangan dijanjikan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Menurut dia, pemerintah pusat hingga saat ini belum mewujudkan penerapan beleid diteken delapan tahun silam sebagai buah kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah Indonesia. "Gubernur harus meminta kepastian kepada pemerintah pusat terkait turunan UUPA. Karena ini sudah terlalu lama, dibandingkan UUPA yang disahkan tahun 2006, dan sekarang sudah 2014, artinya sudah delapan tahun Aceh menunggu," kata Nasir di Banda Aceh, Kamis (25/12). Nasir menyatakan, aturan-aturan mengenai kewenangan Aceh perlu segera dilaksanakan pemerintah pusat. Salah satunya adalah soal pengelolaan potensi minyak dan gas bumi, kemudian terkait pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan daerah. "Karena ini bicara apa yang bisa dilakukan daerah dan apa yang harus dilakukan oleh pusat. Karena semua harus ada aturannya," lanjut anggota Komisi III DPR itu. Nasir menegaskan, penyelesaian seluruh turunan Undang-Undang Pemerintah Aceh menjadi kewajiban pemerintah pusat sebagai utang harus segera dibayar. "Itu utang, dan utang itu harus dibayar oleh pemerintah pusat untuk menyelesaikan turunan UUPA," tegas Nasir. Nasir menilai Jusuf Kalla sebagai orang yang tepat bagi Pemerintah Aceh untuk menagih semua hutang tersebut. Sebab, JK merupakan salah satu tokoh ikut memelopori lahirnya perdamaian di Bumi Serambi Mekah itu. "Kita berharap Gubernur Aceh menagih janji-janji ini kepada JK, karena sekarang beliau kembali ada di posisi Wapres," ucap Nasir. Undang-Undang Pemerintahan Aceh adalah Undang-Undang diteken pada 2006 isinya mengatur tentang pemerintahan Provinsi Aceh, Indonesia. Beleid itu adalah pengganti Undang-Undang Otonomi Khusus dan hasil kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, diteken di Helsinki, Finlandia, kemudian dikenal dengan Perjanjian Helsinki. Penyetujuan Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh menjadi undang-undang oleh DPR berlangsung pada 11 Juli 2006. Sementara pengesahan dilakukan oleh Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, pada 1 Agustus 2006. Beberapa topik yang diatur dalam undang-undang ini adalah soal penerapan Syariat Islam yang diberlakukan sesuai tradisi dan norma di Aceh, potensi minyak dan gas dikelola bersama oleh pemerintah pusat dan Aceh, serta diizinkannya pendirian partai politik lokal. [] |merdeka
ACEHXPress.com | Jumlah pengangguran di Provinsi Aceh mencapai 10,3 % dari total penduduk 4,8 juta jiwa, lebih tinggi dibanding rata-rata nasional 6,25%.
Perkembangan ini terjadi meskipun proyek rekonstruksi dan rehabilitasi akibat bencana gempa dan tsunami 26 Desember 2004 menelan biaya US$6,7 miliar. Dengan dana itu, wajah Aceh yang porak-poranda karena gempa 9,1 skala Richter dan gulungan ombak tsunami disulap dalam kurun lima tahun.
Aceh mempunyai jalan mulus sepanjang 3.696 kilometer yang dibangun selama masa rekonstruksi. Didukung pula dengan 23 pelabuhan baru.
Dana tersebut belum termasuk anggaran belanja rutin dan dana otonomi khusus.
Tetapi cukup mudah menemukan penduduk yang tidak mempunyai pekerjaan. Mereka biasanya nongkrong di kedai-kedai kopi atau belakangan populer disebut kafe yang menjamur seperti di kota Banda Aceh.
Di tempat-tempat itu, mereka cukup membeli secangkir kopi dan berduduk berjam-jam sambil memanfaatkan layanan wifi gratis.
"Pada saat banyaknya dana mengalir ke Aceh, ada sedikit yang kita kelupaan. Ketika kita membangkitkan ekonomi, kita lupa menyentuh di sisi produktifnya," jelas Direktur UKM Center, Universitas Syiah Kuala DR. Iskandarsyah Madjid.
Tergantung pemerintah
Ketika uang deras mengalir ke Aceh, lanjutnya, yang diandalkan adalah sisi penyebaran uang di masyarakat sehingga masyarakat cenderung lalai dan tidak memikirkan sisi produktif.
"Jadi lebih berpikir sisi jual beli sehingga ketergantungan kita kepada pihak ketiga tinggi sehingga ekonomi kita tidak berjalan dengan baik. Sektor perdagangan mungkin sangat bagus tapi sektor produktif hampir tidak ada kalau kita hitung secara keseluruhan."
Akibatnya perekonomian Aceh sangat tergantung pada pemerintah.
"Kalau cair uang pemerintah maka ekonomi kita sedikit baik, tetapi setelah itu sangat menurun. Saya pikir ini sangat bahaya," ungkap Direktur UKM Center, Universitas Syiah Kuala DR. Iskandarsyah Madjid.
Karena lahan luas, pertanian dan peternakan seharusnya bisa digalakkan. Demikian pula usaha kecil dan sektor pariwisata.
Syariah Islam menghambat?
Untuk menggairahkan perekonomian Aceh, Gubernur Zaini Abdullah menyatakan akan mengundang investor sebagai salah satu jalan.
"Saya kira ini dengan mengundang mereka langsung kemari. Kemudian mereka melihat contoh-contoh yang banyak di sini seperti Lafarge," kata gubernur di Banda Aceh, Kamis (25/12).
Ia merujuk pada perusahaan Prancis yang telah mengakuisisi PT Semen Andalas Indonesia.
Seharusnya penanaman modal langsung di Aceh lebih bisa digalakkan karena banyak sektor yang masih terbuka, namun pemberlakuan syariah Islam di sini membuat sebagian kalangan khawatir.
"Penerapan hukum syariah dan diberlakukannya juga terhadap mereka yang tidak beragama Islam pasti menimbulkan rasa takut," kata mantan Kepala Badan Rekonstrusi dan Rehabilitasi, Kuntoro Mangkusubroto.
Akan tetapi pandangan tersebut ditepis oleh Kepala Dinas Syariah Islam Aceh, Profesor Syahrizal.
"Syariah Islam itu akan memproteksi setiap orang yang berusaha, kemudian kontrak yang dibuat adalah kontrak yang terbuka, tidak ada pemaksaan kehendak dan tidak ada permintaan fee di luar kontrak yang ada," tegasnya sambil menambahkan hal itu bisa terwujud apabila penerapannya berjalan baik.
Pemberlakuan Syariah Islam diatur dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh. Ini merupakan lanjutan dari kesepakatan damai Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 2005. [bbc]
ACEHXPress.com | Mendekati momen-momen peringatan bencana tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 silam, mencuatlah sejumlah penuturan kisah dari pihak-pihak yang sempat mengunjungi Banda Aceh pasca-bencana maha dahsyat tersebut. Arie Basuki, seorang fotografer yang sempat meliput dan mengambil gambar langsung di Banda Aceh setelah tsunami, menuturkan rangkaian tugas peliputannya sepanjang perjalanan dari Medan ke pusat kota Banda Aceh. Pria yang akrab disapa Arbas ini menceritakan, setelah sampai di Medan, dirinya kesulitan mencari kendaraan yang hendak mengantarnya menuju Lhokseumawe. Penyebabnya sejumlah akses untuk menuju ke sana telah terputus. Setelah mencari-cari, akhirnya ia mendapatkan mobil sewaan berupa mobil minibus L300 plus jasa sopir, untuk menempuh 12-13 jam perjalanan dari Kota Medan menuju Lhokseumawe. "Karena saat itu masih jamannya DOM (Daerah Operasi Militer), maka di dalam perjalanan saya dan sopir kerap kali berhenti di setiap pos penjagaan militer untuk ditanyai segala macam. Pas kita bilang mau lihat kondisi di Banda Aceh karena dilaporkan terjadi bencana, setiap pos itu coba memastikan kita bahwa tidak ada kejadian apa-apa di sana. Tapi kita berkeras tetap menuju ke sana dan akhirnya diizinkan," kata Arbas seperti dituturkan kepada merdeka.com, Rabu (24/12). Setelah memasuki Lhokseumawe, Arbas mengaku mulai menemui kerumunan-kerumunan warga guna menanyakan perihal kejadian yang baru saja terjadi. Sejumlah warga mengaku bahwa ada bencana air bah besar di Banda Aceh, dan korban dikabarkan sudah mencapai sekitar 5000 orang. "Saat itu nggak ada yang bisa memastikan telah terjadi apa, dan korbannya berapa. Semua jalur komunikasi masih terputus dan info yang kita dapatkan pun masih simpang siur," kata Arbas. Setelah sampai di Lhokseumawe, Arbas mengaku mulai bertemu beberapa fotografer dari sejumlah media, yang tiba di Lhokseumawe bersama rombongan Kasad. Setelah berbincang dengan mereka, akhirnya ia sepakat untuk memberikan tumpangan mobil sewaan yang ditumpanginya itu kepada para fotografer tersebut, sekaligus mendapatkan teman-teman seperjalanan yang seprofesi untuk sama-sama bertugas. Saat tiba di Banda Aceh pada waktu subuh (28/12/2004), atau tepat 2 hari pasca-kejadian, Arbas mengaku rombongannya itu langsung dibuat merinding sekujur badan, karena melihat gelimpangan mayat yang begitu memilukan di berbagai tempat. Mereka kemudian berhenti sekitar 200 meter dari Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Dengan kondisi masih terhenyak akan kondisi memilukan yang ada, mereka mulai melihat-lihat kondisi di dalam masjid, dimana begitu banyak warga yang berhasil selamat dari terjangan tsunami, yang masih tertidur bersama mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam masjid. "Jadi sampai di Banda Aceh itu kita subuh. Dan saat matahari mulai terang, disitu kita semua shock melihat begitu banyak mayat di pinggir jalan, di dalam mobil, bahkan di atas pohon. Pokoknya dimana-mana itu mayat berserakan seperti (maaf) sampah. Kondisinya sangat memilukan sekali, bahkan ada sebagian mayat yang sedang dimakan anjing liar," tutur Arbas. Arbas dan kawan-kawan sesama fotografer langsung bekerja mengambil gambar-gambar yang mereka butuhkan sebagai laporan. Dirinya mengaku, saat itu ia dan kawan-kawan fotografer lainnya seakan tak kuat melihat semua pemandangan yang begitu memilukan tersebut, hingga mereka terlihat sekedarnya saja mengambil gambar sesuai kebutuhan laporan. Karena keterbatasan segala sesuatunya, terutama dalam hal jaringan internet untuk mengirimkan laporan dan foto-foto yang mereka ambil di Banda Aceh, selama beberapa hari itupun mereka terpaksa harus bolak-balik Lhokseumawe-Banda Aceh, guna melakukan tugas peliputan pemotretan kondisi, dan mengirimkan hasilnya dari Lhokseumawe. "Kita itu datang hari kedua setelah gelombang tsunami menghancurkan seluruh isi kota. Kondisinya sangat porak-poranda. Perjalanan Lhokseumawe-Banda Aceh itu sekitar 6 jam, dan selama 5 hari itu rutinitas kita bolak-balik dari Lhokseumawe, menuju Banda Aceh, sampai di sana pagi, 5-6 jam ambil gambar, lalu siang hari balik lagi ke Lhokseumawe untuk kirim gambar. Baru setelah 5 hari, beberapa jasa provider buka pemancar darurat di Kantor Gubernur," kata Arbas. "Bantuan itu baru pada masuk dari Medan sekitar hari ke 4. Masyarakat dari sekitar Aceh sendiri saat itu baru mulai intens memberi bantuan, karena mungkin mereka benar-benar baru mengetahui bencana tersebut karena keterbatasan informasi dan telekomunikasi yang ada. Di hari ke 4 pasca-terjangan tsunami itu lah baru mulai ada penguburan massal di daerah Ulee Lheu, Banda Aceh, yang sekarang jadi kuburan massal di sana," katanya menambahkan. Arbas menuturkan prosesi penguburan mayat secara massal pertama di wilayah Ulee Lheu tersebut, dimana lubang besar seluas 50 meter persegi dibuat untuk mengubur mayat-mayat yang sudah mulai membusuk. Dirinya menuturkan, prosesi penguburan massal itu dilakukan dengan ala kadarnya, karena tidak memungkinkan untuk dilakukan prosesi formal penguburan dengan mayat yang berjumlah ribuan tersebut. Arbas bahkan menceritakan, saat penguburan massal pertama di wilayah Ulee Lheu tersebut, mayat-mayat yang jumlahnya sangat banyak itu langsug dimasukkan begitu saja ke lubang, dengan kondisi pakaian bahkan perhiasan lengkap seperti saat meninggalnya. "Saat itu lah saya mencoba turun sedikit ke arah lubang, untuk mengambil gambar deretan mayat yang sudah siap diuruk tanah tersebut. Karena sedikit terpeleset, akhirnya saya nggak sengaja menginjak rambut dari seorang mayat perempuan, hingga rambut-rambut tersebut mengelupas dan terlepas dari batok kepalanya," tutur Arbas. "Ternyata setelah hari ke delapan saya pulang dan sampai Jakarta, entah kenapa saya mulai merasakan keranjingan minum-minuman keras tanpa sebab. Sampai saat saya ketemu teman yang paham hal-hal mistis, dia bertanya: 'Di belakang kamu ada siapa? Kayaknya ada cewek berjilbab hitam ngikutin kamu?' kata teman saya itu. Saya kaget, akhirnya saya ceritakan bahwa saya habis liputan ke Aceh. Maka teman saya itu melakukan mediasi kepada makhluk halus berupa arwah wanita berjilbab hitam itu, hingga akhirnya mengetahui bahwa ia mengikuti saya hanya untuk meminta bantuan menghubungi keluarganya yang masih hidup. Tapi karena saya nggak mengerti apa-apa, jadi itulah penyebab benturan energi sehingga pikiran saya jadi kacau dan akhirnya keranjingan minum-minuman keras tanpa sebab," ujarnya. [] |merdeka
ACEHXPress.com | Sekalipun 10 tahun lalu dilanda tsunami yang menewaskan sekitar 160.000 warganya, Aceh belum menjadi kota yang siap menghadapi bencana. Beberapa infrastruktur mitigasi bencana telah dibangun, tetapi kondisinya meragukan. Masyarakat juga belum siap, bahkan cenderung abai, dengan risiko bencana. Berdasarkan pantauan Kompas, Senin (22/12/2014), di Banda Aceh, sejumlah fasilitas fisik mitigasi bencana tsunami di Banda Aceh, seperti gedung evakuasi dan jalur evakuasi, tidak terawat. Sebagian besar warga cenderung pasrah dengan kondisi itu. Berdasarkan wawancara dengan sejumlah warga, mereka mengaku tidak akan menggunakan gedung evakuasi itu jika terjadi gempa. Tiga gedung evakuasi yang terletak di Gampong Daeng Lumpang, Alue Deah Teungoh, dan Lambung, secara umum kondisinya masih kokoh, tetapi tidak terawat. Lantai gedung-gedung evakuasi itu banyak yang pecah. Lampu penerangan tak menyala dan banyak pintu di sejumlah gedung evakuasi terlepas dari posisinya. Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengakui, banyak fasilitas mitigasi bencana tsunami di Aceh tak terawat. Hal itu terlihat saat sirene tsunami tak berbunyi ketika gempa di Aceh, April 2012. Kondisi berulang saat sirene tsunami tak berbunyi maksimal saat simulasi gempa dan tsunami di Banda Aceh pada Oktober 2014. Jalur evakuasi juga tak memadai. Misalnya, di Banda Aceh, pemerintah menyediakan setidaknya tiga jalur evakuasi, yakni Jalan Sultan Iskandar Muda, Teuku Muhammad Hasan, dan TP Nyak Makam. Namun, jalan-jalan itu sehari-hari sudah dipadati kendaraan. Terbukti, ketika gempa di Aceh pada April 2012, kemacetan parah terjadi di tiga ruas jalan ini. Zaini menyatakan, pemerintah daerah setempat akan mengevaluasi kondisi semua fasilitas mitigasi bencana di Aceh. ”Saya akan menginstruksikan lembaga kebencanaan di Aceh untuk memperbaiki kerusakan pada semua fasilitas mitigasi bencana di Aceh. Saya juga akan minta sering ada simulasi agar semua fasilitas itu terpantau kondisinya,” ucapnya. Sementara itu, Yubahar Zaini (70), warga Gampong Lambung, mengaku pasrah jika kembali terjadi tsunami di wilayahnya karena dia menganggapnya sebagai takdir. Selain itu, ia juga menilai keberadaan fasilitas mitigasi, seperti gedung evakuasi, tak akan banyak menolong jika terjadi tsunami karena dia ragu dengan kekuatan fasilitas mitigasi bencana tersebut. Kapasitas daerah Menurut Manajer Program Pusat Penelitian Mitigasi Bencana dan Tsunami Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Ella Melianda, peran lembaga kebencanaan di daerah Aceh lemah dalam mengatur koordinasi dan sosialisasi mitigasi bencana kepada masyarakat. Padahal, Aceh merupakan daerah rawan sejumlah bencana, seperti tsunami, gempa, longsor, dan banjir. Peneliti tsunami dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Eko Yulianto, mengatakan, ketidaksiapan Aceh merupakan cerminan dari lemahnya kemampuan daerah dalam menghadapi bencana. ”Jika Aceh saja tidak siap, bagaimana dengan daerah lain yang belum mengalami tsunami?” katanya. Menurut Eko, kondisi ini terjadi karena Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjadi lembaga yang sangat dominan dalam mengurusi bencana, itu pun lebih pada penanggulangan, bukan mitigasi bencana. Padahal, yang menanggung bencana adalah daerah. ”Seharusnya dilakukan desentralisasi penanggulangan bencana. Bukan malah mau menjadikan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) di bawah BNPB. Ini akan menabrak regulasi,” katanya. Menurut Eko, daripada menambah anggaran bencana untuk BNPB, pemerintah sebaiknya lebih menguatkan BPBD. ”Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 juga telah menyebutkan bahwa bencana seharusnya wajib menjadi perhatian utama bagi pemerintah daerah,” ujarnya. [] |kompas
ACEHXPress.com | Pemerintah Provinsi Aceh harus menagih janji Pemerintah Pusat kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, karena belum tuntasnya beberapa regulasi turunan Undang-Undang Pemerintah Aceh. JK dinilai orang yang tepat ditagih janji itu karena berperan besar dalam perdamaian Aceh. Anggota DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, mengatakan, kedatangan JK ke Aceh untuk memimpin peringatan 10 tahun tsunami, harus dimanfaatkan baik oleh pemerintah setempat. “Gubernur harus meminta kepastian kepada pemerintah pusat terkait turunan Undang-Undang Pemerintah Aceh,” katanya di Banda Aceh, Kamis (25/12/2014). Undang-Undang itu disahkan pada 2006. Pemerintah Pusat berkewajiban mengeluarkan beberapa peraturan pelimpahan kewenangan dari turunan Undang-Undang tersebut, tapi sudah delapan tahun berlalu masih ada yang belum disahkan. Peraturan itu diantaranya terkait pengelolaan minyak dan gas, pembagian kewenangan, pertanahan dan lainnya. “Itu hutang, dan hutang itu harus dibayar oleh pemerintah pusat,” kata politikus asal Aceh ini. Gubernur Aceh Zaini Abdullah, mengatakan, Pemerintah Pusat sudah berjanji segera menuntaskan turunan Undang-Undang Pemerintah Aceh dan terkait persoalan lambing serta bendera. “Kita optimistis ini akan selesai dalam waktu dekat,” ujar Zaini. [] |okezone
ACEHXPress.com | United Nations Children's Fund (Unicef) memberikan pujian atas pencapaian pembangunan di Aceh dan upaya luar biasa setelah 10 tahun mengalami tsunami. "Upaya rakyat Aceh yang luar biasa untuk membangun kembali dengan lebih baik apa yang telah dihancurkan oleh gelombang tsunami, dengan dukungan masyarakat internasional, telah memberikan hasil yang besar," kata Kepala Perwakilan Unicef di Indonesia Gunilla Olsson dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (25/12/2014). Ia mengatakan rekonstruksi berdasarkan prinsip "Membangun dengan Lebih Baik" telah memberikan kesempatan yang lebih baik bagi anak-anak untuk tumbuh sehat, dan mengembangkan potensi mereka. Upaya tanggap darurat tsunami, terutama di Aceh, yang menewaskan lebih dari 170.000 orang dan meratakan seluas 800 kilometer daerah pesisir, adalah salah satu operasi kemanusiaan terbesar dalam sejarah Unicef. Unicef melakukan kegiatan tanggap darurat setelah tsunami untuk Aceh dengan bantuan keuangan dari donor senilai 336 juta dolar AS. Berbagai upaya dilakukan dalam menyelamatkan anak-anak dari kematian dan penyakit, membantu mereka untuk bangkit dari pengalaman yang membuat trauma, membawa mereka kembali bersekolah, serta menyatukan mereka kembali dengan orang tua atau wali mereka. "Unicef juga fokus pada penguatan sistem kesehatan dan pendidikan, pendekatan baru akan perlindungan anak dan kesiapan darurat bencana," tambah Olsson. Menurut dia, banyak pelajaran yang telah dipetik dari upaya membangun kembali Aceh dengan lebih baik dan Indonesia sekarang diakui terdepan di kawasan ini dalam mempromosikan pengurangan risiko bencana. [] |kompas
ACEHXPress.com | Indonesia memiliki segudang artis seksi tapi dari banyaknya artis tersebut setidaknya saat ini ada 6 nama artis terseksi di Indonesia.
Hal ini setidaknya terlihat dari apa yang mereka tampilkan sehari-hari di televisi atau peran-peran yang diambil saat syuting film, sinetron, menyanyi atau kegiatan lainnya. Berikut sedikit informasi tentang mereka;
1. Julia Perez Saat ini penyanyi dangdut dan pemain film dengan tubuh aduhai ini benar-benar mencuri perhatian publik. Hal ini dikarenakan kenekatannya untuk tanam sperma. Meski telah mendapat pertentangan dari banyak pihak mantan pesepak bola Gaston Castanyo ini kekeh pada keputusannya untuk segera memiliki momongan.
2. Dewi Persik Masih dari kalangan penyanyi dangdut dan pemain film. Dewi Persik yang biasa disapa DP ini juga sensasional dengan berita-berita yang diciptakan. Teranyar kini, ia akan kembali dijebloskan ke penjara lantaran mengaku memiliki kedekatan khusus dengan bos Lambhorgini Indonesia. Namun, oleh yang bersangkutan pernyataan tersebut ditepis mentah-mentah. 3. Farah Quinn Terkenal sebagai seorang chef dan selalu tampil seksi janda dari Carson Quinn ini masih sering menghiasi layar kaca dengan acara memasak. Selain itu ia banyak membintangi iklan untuk berbagai produk masakan dan sejenisnya. 4. Kartika Putri Selalu tampil seksi dalam film yang dimainkan, gadis seksi asal Palembang ini terkenal dengan gaya ngapaknya. Memulai karir sebagai presenter kemudian merambah ke dunia perfilman tapi sayang kebanyakan film yang dibintangi lebih mengeksploitasi tubuhnya daripada kemampuan beraktingnya. 5. Amel Alvi Tercatat sebagai pendatang baru dalam dunia perfilman Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Namanya jarang dikenal publik karena memang kiprahnya belum begitu banyak di ekspos televisi. Karir keartisan dimulai dengan menjadi model untuk majalah dewasa. Banyak fotonya yang diburu para kaum adam sebagai koleksi pribadi karena memang menampilkan eksotisme tubuhnya. 6. Wiwid Gunawan Masuk dalam jajaran artis terseksi karena memang selalu tampil seksi dalam film yang dimainkan. Genre film yang dimainkan pun cenderung berbau mistis. Pernah menikah dengan Disa Sandhi Ardiansyah tapi kandas di tahun 2012 lalu.
ACEHXPress.com | Setelah sepuluh tahun tsunami Aceh berlalu, ternyata banyak perubahan yang terjadi di Aceh, tepatnya di Kabupaten Simeulue. Direktur Jenderal Kepulauan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad mengatakan di daerah tersebut muncul 22 pulau baru. "Saat Menteri Susi ke Simeuleu, kami mendapat laporan itu dari bupati," kata Saad kepada Tempo, Kamis, 25 Desember 2014. Lahirnya pulau-pulau baru tersebut, kata Saad, sebagai akibat dari proses alam yang terjadi selama bertahun-tahun. Saad mengatakan Menteri Susi meminta agar 22 pulau baru itu dijadikan wilayah konservasi dan wisata bahari. "Itu prioritas Bu Susi," ujar Saad. Potensi bahari di Simeulue, kata Saad, sangat baik untuk dikembangkan. Sebab, pantai-pantai di Simeulue merupakan tujuan wisata bahari untuk menyelam dan berselancar. "Karena langsung berhadapan dengan Samudra Hindia," ujar Saad. Saad mengatakan akan segera melakukan penghijauan di pulau-pulau tersebut. "Tahun depan, kami akan mulai menanam vegetasi, seperti mangrove, cemara laut, ketapang, dan pohon-pohon yang bisa hidup di pulau," ujar Saad. (Baca: Ribuan Pulau di Indonesia Belum Terdaftar di PBB) Munculnya 22 pulau baru itu memperpanjang daftar wilayah di Indonesia. Kini, jumlah pulau di Indonesia tidak lagi 17.504, melainkan menjadi 17.526. "Ini merupakan berkah dari tsunami," ujar Saad. [] |Tempo
ACEHXPress.com | Ratusan jamaah zikir dari berbagai negara akan menghadiri peringatan 10 tahun tsunami dan Haul Sultan Iskandar Muda ke 378 tahun. Rangkaian kegiatan bertajuk “Zikir Akbar dan Malam Asean Bershalawat Untukmu Ya Rasulullah” akan berlangsung di Banda Aceh. Jamaah luar negeri yang hadir diperkirakan berasal dari Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, India, Pakistan, Syiria, Mesir, Libya dan Yaman. Mereka sebagaian besar sudah tidak asing lagi dengan Aceh karena saat tsunami menghumbalang ikut menggalang bantuan untuk tanah Rencong . Selain tamu dari luar negeri, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin dari Palembang juga akan ikut ambil bagian dalam jamaah tersebut. Tamu-tamu yang akan hadir antara lain, Profesor DR. Shahul Hameed dari India, Muhammad Naveed dari Pakistan, Habib Ibrahim al Ahdal dari Yaman, Syech Abd Razak dari Mesir, DR Farad Abdul Karim dan Saed Bukofa dari Libya, Imam Ustaz Muhammad dari Brunei Darussalam, Dato Pangeran Seri Amar Diraja Che Ku Mohd Sahidi Denang, serta Dato Paduka Che Wan Ibrahim Che Wan Ahmad dari Malaysia. Rangkaian berbagai kegiatan yang digagas oleh sejumlah mejelis zikir di Aceh bekerjasama dengan Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Pemerintah Aceh dimulai sejak 23 hingga 28 Desember mendatang. “Sejak kemarin sejumlah tamu sudah tiba di Banda Aceh,” kata panitia penyambutan, Tgk Muhammad Balia, Kamis (25/12/2014). Sejumlah kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain, ziarah makam-makam tsunami di Banda Aceh, zikir di Masjid Raya, upacara peringatan 10 tahun tsunami di Blangpadang, upacara adat dan Haul Sultan Iskandar Muda di komplek Makam Sultan Iskandar Muda, dan malam kesenian Asean Bersalawat di Blang Padang. “Puncak kegiatannya adalah Zikir Akbar dan Asean Bershalawat 10 Tahun Tsunami di Asrama Haji Banda Aceh pada Jumat malam 26 Desember,” kata Tgk Balia. [detik]