Oleh: Fetra Hariandja
AcehXPress.com | BANGSA Indonesia baru saja merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-69. Suka cita seharusnya dirasakan segenap rakyat Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Bersama kemerdekaan melekat, jutaan orang masih berstatus "tawanan". Sekira 28 juta orang masih dalam kondisi miskin.
Bukan sekadar miskin, jutaan anak-anak tidak memperoleh haknya meraih pendidikan layak secara gratis. Tiga tahun silam, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pernah merilis bahwa setiap menit, empat siswa putus sekolah.
Kondisi ekonomi yang memburuk, sempitnya lapangan kerja, membuat sebagian keluarga di negeri ini tak mampu menyekolahkan anak mereka sebagaimana mestinya. Padahal mendapat pendidikan layak menjadi hak mutlak setiap anak bangsa, tanpa terkecuali.
Belum lagi bila mengkaji tingginya jumlah anak jalanan. Di DKI Jakarta saja, jumlah anak jalanan sekira 7.000 orang. Pada umumnya mereka bekerja sebagai pengemis, pengamen, pengelap kaca mobil, pedagang asongan, joki 3 in 1, dan parkir liar. Padahal, mereka negara wajib memberikan hak mereka sesuai amanat undang-undang (UU).
Demikian pula dengan sulitnya kaum miskin memperoleh hak kesehatan. Tidak heran bila ada ungkapan bahwa orang miskin tidak boleh sakit. Tingginya biaya berobat membuat kaum miskin hanya bisa menahan pedihnya sakit yang diderita. Kalaupun berkunjung ke rumah sakit, kaum miskin hanya dibaringkan di bangsal periksa tanpa ada penangan dokter.
Alasannya klasik, setiap pasien harus memberikan deposit atau uang muka bila ingin ditangani secara maksimal. Jangankan uang muka, beli obat yang tersedia di warung kelontong saja tidak mampu. Pasalnya mereka harus memilih, beli obat atau tidak makan untuk hari ini.
Pantas rasanya bila Indonesia disebut merdeka setengah tiang. Deklarasi merdeka hanya untuk kaum menengah ke atas. Kaum hedonis benar-benar sudah merasakan arti sesungguhnya kemerdekaan Indonesia. Sayang, saat bersamaan mereka tidak pernah menoleh saudaranya yang benar-benar membutuhkan bantuan.
Kemerdekaan setengah tiang Indonesia memang tidak lepas buruknya akhlaq sebagian petinggi di negeri ini. Tanpa padang bulu, sebagian pejabat di Indonesia bangga melakukan praktik korupsi dan suap. Bahkan mereka tetap mampu menebar senyum meski sudah menyandang status tersangka dan mengenakan baju tahanan.
Untuk Indonesia benar-benar merdeka, perlu dilakukan revolusi mental dan akhlaq di negeri ini. Dengan kuatnya kedua aspek itu, Republik Indonesia akan terbebas dari benalu yang selalu menggerogoti kekayaan negara.
Perubahan kondisi ini menjadi tugas berat semua pihak, terutama pemerintah dan aparat terkaitnya. Berawal dari pemerintah yang benar dan bersih, tidak ada lagi anak terlantar atau putus sekolah. Tidak akan terlihat lagi pemandangan orang tidak mampu diabaikan dari hak memperoleh pengobatan layak.
Sekali merdeka, tetap merdeka. Untuk kita renungkan. []
okezone
EmoticonEmoticon