Idul Adha dan Semangat Berkurban Kita

Oleh: Bhakti Dharma MT
Perayaan Idul Adha 1435 Hijriah sudah semakin dekat dan bahkan hanya tinggal hitungan hari saja. Pemerintah Indonesia (Kementerian Agama) melalui sidang itsbat, memutuskan Hari Raya Kurban 1435 H pada Minggu (5 Oktober 2014 M). Terlepas dari adanya perbedaan penetapan Idul Adha 1435 H antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi, bagi jemaah haji tahun ini memiliki makna tersendiri. Sebab, mereka tahun ini mendapati haji akbar, yakni pelaksanaan wukuf di Arafah bertepatan pada Jumat. Selain haji akbar, ibadah dalam Islam yang tidak bisa dipisahkan dari Idul Adha adalah kurban. Ibadah ini bukan hanya prosesi penyembelihan hewan kurban (unta, sapi, kambing) pada Idul Adha dan tiga hari sesudahnya (hari tasyrik) yakni 11, 12, dan 13 Dzulhijah, juga memiliki makna yang sangat dalam.
Kurban berarti kedekatan yang sempurna, yaitu penyembelihan binatang kurban yang dilakukan pada Iduladha dan tiga hari sesudahnya, bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hari Raya Kurban bagi umat Islam merupakan simbol kemenangan, yaitu kemenangan perjuangan batin dalam sebuah cinta kepada keluarga dan diri sendiri terhadap cinta kepada Allah SWT. Perintah kurban yang bermula dari Nabi Ibrahim atas putra beliau Ismail, merupakan manifestasi ketaatan sebagai makhluk terhadap perintah al-Khaliq (Sang Maha Pencipta). Perasaan cinta dan keberpihakan kepada Allah itu, membuat godaan, rayuan, halangan dan rintangan menjadi sangat tidak berarti bagi mereka.
Dalam Alquran Allah berfirman yang artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. Dia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar (QS Ash Shaffat: 102). Demikian pula perintah berkurban bagi umat Nabi Muhammad, yakni melakukan penyembelihan hewan kurban di hari Nahr (Iduladha) dan hari-hari tasyrik itu, sering memerlukan pengorbanan, baik dana, waktu dan tenaga bahkan harus bertarung dengan hawa nafsu yang menguasai jiwa manusia. Simbol perlawanan (pengendalian) terhadap nafsu ini, sangat jelas dalam peristiwa kurban yang semula diperintahkan kepada dua anak manusia (Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail). 
Sangat Dianjurkan
Ini pula yang mendasari umat Nabi Muhammad, kenapa sangat dianjurkan melaksanakan penyembelihan hewan kurban setiap tahun bagi yang berkemampuan. Bukankah setiap ritual dalam Islam mengandung unsur hubungan vertikal kepada Sang Maha Pencipta dan horizontal kepada sesama makhluk. Kepada Allah sebagai pengabdian (taat, takwa dan syukur nikmat), sedangkan kepada sesama makhluk sebagai bentuk solidaritas terhadap dhuafa (kaum lemah) dalam bentuk penyantunan daging kurban. Inilah makna yang bisa dipetik umat beriman, setiap 10 Dzulhijah dan hari-hari tasyrik (11, 12 dan 13 Dzulhijah) melaksanakan penyembelihan hewan kurban, baik di Tanah Air ketika tidak berhaji maupun di Tanah Suci saat menunaikan manasik.
Hikmah Idul Adha yang sangat relevan dipetik bangsa Indonesia saat ini adalah semangat berkurban. Ini adalah semangat setiap anak bangsa memberikan kontribusi bagi kejayaan bangsa dan negara. Indonesia yang berjaya dan beradab berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa hanya bisa terwujud sebagai akumulasi dari kontribusi terbaik setiap warga negara. Rasulullah Muhammad saw. dan para sahabat mempraktikkan ajaran Ibrahim ini secara baik. Itulah sebabnya, mereka selalu memberikan kontribusi terbaik yang dimilikinya, mulai dari harta benda, emas, ternak, bahkan jiwa satu-satunya untuk kejayaan Islam. 
Semangat inilah yang kemudian mampu menaklukkan kerasnya hati kaum Quraisy dan melumat kejahiliahan bangsa Arab. Jika semangat yang sama dilakukan di Indonesia, niscaya bangsa yang masih dipandang sebelah mata oleh negara yang sudah terlebih dahulu maju, bahkan semakin tidak dipandang oleh negara tetangga yang telah melampaui kita, akan dapat diatasi. Caranya, semangat berkontribusi setiap anak bangsa harus dihidupkan. Semakin besar sokongan mereka atas tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, semakin tinggi kebanggaan yang dimilikinya. Semangat ini sekaligus akan memupus moral hazard yang selalu merongrong kekayaan negara, yang notabene adalah harta rakyat. Tindakan koruptif, manipulatif, dan kongkalikong yang semakin "populer" di kalangan bangsa Indonesia di semua strata adalah tindakan kontraproduktif yang bertentangan dengan semangat berkurban. 
Kenyataannya, kebejatan tersebut telah menjerumuskan bangsa Indonesia kepada derajat kemanusiaan yang paling rendah. Akibat terkurasnya uang negara oleh oknum secara ilegal, bangsa ini terus berutang kepada negara donor. Ketidakmandirian menyebabkan bangsa ini tidak merdeka secara politis. Kesulitan ekonomi di tanah air menyebabkan sebagian warga terpaksa mengais rezeki di luar negeri dengan menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) meskipun mereka tidak memiliki keterampilan yang memadai. 
Hal yang paling buruk juga diperlihatkan oleh pemerintah. Semisal program menanggulangi kemiskinan, bencana alam dan persoalan korupsi yang tidak pernah tuntas. Mestinya rakyat biasa, para korban bencana dan lainnya jangan hanya dibuai dengan janji, jangan jadikan mereka sebagai pelengkap penderita. Tidak selayaknya pemerintah menambah beban rakyat. Apalagi sampai kemudian memperpanjang birokrasi dalam hal urusan-urusan masyarakat. Masyarakat kita sudah cukup susah selama ini, jadi semestinya pemerintah memperhatikan hal itu dengan menawarkan solusi jitu.
Mengambil Hikmah
Karena itu dalam menyikapi Idul Adha kali ini, sangat diharapkan agar kita mampu mengambil hikmahnya. Kita saat ini boleh saja berkurban dalam rangka merayakan Idul Adha. Namun apakah sikap yang demikian akan tetap tumbuh setelah usainya perayaan hari keagamaan ini?. Semoga saja sikap berkurban dan membantu sesama tetap tumbuh tidak hanya pada saat hari raya kurban, sehingga ada kesan yang tersisa dari perayaan hari Idul Adha.
Seluruh elemen bangsa sangat diharapkan mampu mengambil hikmah dari perayaan Idul Adha tahun ini. Janganlah hanya sebatas berkurban tanpa ada tindak lanjutnya dalam kehidupan sehari-hari. Kita juga mengharapkan agar upaya berkurban jangan dikotori dengan dana-dana haram yang diperoleh dari perbuatan korupsi. Hal itu hanya akan menambah dosa bagi para pelakunya. Jangan jadikan dana haram sebagai alat untuk membersihkan diri dari perbuatan yang penuh dengan dosa. Semoga saja semangat berkurban yang bergema saat ini mampu melahirkan sikap saling mengasihi terhadap sesama manusia demi menciptakan kerukunan di negeri tercinta ini. [analisa]
Penulis adalah Peminat masalah politik dan sosial kemasyarakatan, aktif di KomPedan Medan.


EmoticonEmoticon