AcehXPress.com | Badan Narkotika Nasional (BNN) membentuk program baru penanganan pengguna narkoba, yang akan dilaunching pada 22 Agustus mendatang. Program ini, memberi keringanan bagi para pengguna yang tertangkap. Proses penanganan mereka (para pengguna) tidak lagi dilakukan polisi. Bahkan, bebas dari jeruji besi.
Alasannya, penjara tidak memberi efek jera bagi para pengguna. Justru semakin parah, dan menyebarkan pengaruhnya kepada rekan-rekannya yang lain.
Dari data BNN menyebut, pada medio 2013, jumlah pengguna narkoba tertinggi ada di Jakarta yang mencapai 5.086 pengguna. Disusul Jawa Timur, dengan 3.202 pengguna, Sumatera Utara (2.302 pengguna), Banten (2.027 pengguna), dan terakhir Sumatera Selatan (1.314 pengguna).
Untuk mengatasi penyakit masyarakat akibat barang 'setan' itu, BNN membentuk tim khusus, dan siap menangani secara langsung pengguna yang tertangkap tangan mengonsumsi narkoba. Tim yang terdiri tim medis dan hukum itu, bernama Tim Asesmen Terpadu.
Menurut Kasubdit non KT, Direktorat Penguat Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat BNN, Susanti Lengkong, tim medis itu, terdiri dari dokter, psikolog dan asesor BNN, sedangkan tim hukum terdiri dari penyidik polisi, BNN kejaksaan dan petugas Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM).
Tugas dari tim medis sendiri, kata Susanti, bertugas memeriksa riwayat pengguna dan ketergantungannya, serta memeriksa kemungkinan keterlibatan si pengguna dalam jaringan narkoba.
"Sedangkan tim hukum, nanti akan mengkaji dari sisi hukum pindana serta menelusuri keterlibatan pengguna dengan pengedar, bandar, atau jaringan lain. Serta menilai dan memberi rekomendasi ke hakim terkait perkaranya," terang Susanti di Kantor BNN Provinsi Jawa Timur, Senin (18/8).
Dan rencananya, tim khusus penanganan narkotika ini, masih kata Susanti, akan dibentuk di semua kabupaten dan kota di seantero Tanah Air. "Program ini akan dilaunching pada 22 Agustus mendatang," katanya.
Masih kata dia, Tim Asesmen Terpadu ini, akan menangani perkara sejak awal sampai proses di persidangan di daerahnya masing-masing. Dan sebelum Petugas Asesor menjalankan tugasnya, terlebih dahulu dibekali materi khusus oleh BNN yang bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan.
Pelatihan atau bimbingan teknis (Bimtek) itu, akan digelar selama empat hari, terhitung mulai hari ini (18/8) dan diikuti oleh seluruh perwakilan BNN kota dan kabupaten di Jawa Timur. "Bukan hanya Jawa Timur, yang wajib mengikuti Bimtek ini, tapi semua daerah secara bergiliran. Ada yang digelar di daerah masing-masing, ada juga yang langsung di Kantor BNN pusat," sambung Santi.
Menurut Santi, ada 16 provinsi yang menjadi pilot project program BNN ini. "16 provinsi itu, Jakarta, Jawa Barata, ada Provinsi Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara."
Program khusus penanganan pengguna narkoba ini, merupakan tindak lanjut dari pemberlakuan peraturan bersama terkait penanganan pecandu narkoba dalam lembaga rehabilitasi. Peraturan bersama itu, ditandatangani pada 16 April lalu oleh BNN, Mahkamah Agung, Kemenkum HAM, Polri, Kementerian Kesehatan, dan Kemensos.
Peraturan bersama itu dilatarbelakangi ketidakefektifan penanganan yang dilakukan polisi terhadap para pengguna narkoba dengan cara menjebloskannya ke dalam tahanan.
Selama ini, kata dia, penanganan terhadap para pecandu narkoba oleh pihak kepolisian terbukti terbukti gagal. Meski sudah berkali-kali menjebloskan mereka ke tahanan, para pengguna itu tidak juga jera.
"Bahkan, di penjara, mereka bertemu dengan pengedar, bandar dan sebagainya. Yang ujung-ujungnya, setelah bebas bukan malah berhenti tapi malah semakin parah," keluhnya. [merdeka]
Alasannya, penjara tidak memberi efek jera bagi para pengguna. Justru semakin parah, dan menyebarkan pengaruhnya kepada rekan-rekannya yang lain.
Dari data BNN menyebut, pada medio 2013, jumlah pengguna narkoba tertinggi ada di Jakarta yang mencapai 5.086 pengguna. Disusul Jawa Timur, dengan 3.202 pengguna, Sumatera Utara (2.302 pengguna), Banten (2.027 pengguna), dan terakhir Sumatera Selatan (1.314 pengguna).
Untuk mengatasi penyakit masyarakat akibat barang 'setan' itu, BNN membentuk tim khusus, dan siap menangani secara langsung pengguna yang tertangkap tangan mengonsumsi narkoba. Tim yang terdiri tim medis dan hukum itu, bernama Tim Asesmen Terpadu.
Menurut Kasubdit non KT, Direktorat Penguat Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat BNN, Susanti Lengkong, tim medis itu, terdiri dari dokter, psikolog dan asesor BNN, sedangkan tim hukum terdiri dari penyidik polisi, BNN kejaksaan dan petugas Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM).
Tugas dari tim medis sendiri, kata Susanti, bertugas memeriksa riwayat pengguna dan ketergantungannya, serta memeriksa kemungkinan keterlibatan si pengguna dalam jaringan narkoba.
"Sedangkan tim hukum, nanti akan mengkaji dari sisi hukum pindana serta menelusuri keterlibatan pengguna dengan pengedar, bandar, atau jaringan lain. Serta menilai dan memberi rekomendasi ke hakim terkait perkaranya," terang Susanti di Kantor BNN Provinsi Jawa Timur, Senin (18/8).
Dan rencananya, tim khusus penanganan narkotika ini, masih kata Susanti, akan dibentuk di semua kabupaten dan kota di seantero Tanah Air. "Program ini akan dilaunching pada 22 Agustus mendatang," katanya.
Masih kata dia, Tim Asesmen Terpadu ini, akan menangani perkara sejak awal sampai proses di persidangan di daerahnya masing-masing. Dan sebelum Petugas Asesor menjalankan tugasnya, terlebih dahulu dibekali materi khusus oleh BNN yang bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan.
Pelatihan atau bimbingan teknis (Bimtek) itu, akan digelar selama empat hari, terhitung mulai hari ini (18/8) dan diikuti oleh seluruh perwakilan BNN kota dan kabupaten di Jawa Timur. "Bukan hanya Jawa Timur, yang wajib mengikuti Bimtek ini, tapi semua daerah secara bergiliran. Ada yang digelar di daerah masing-masing, ada juga yang langsung di Kantor BNN pusat," sambung Santi.
Menurut Santi, ada 16 provinsi yang menjadi pilot project program BNN ini. "16 provinsi itu, Jakarta, Jawa Barata, ada Provinsi Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara."
Program khusus penanganan pengguna narkoba ini, merupakan tindak lanjut dari pemberlakuan peraturan bersama terkait penanganan pecandu narkoba dalam lembaga rehabilitasi. Peraturan bersama itu, ditandatangani pada 16 April lalu oleh BNN, Mahkamah Agung, Kemenkum HAM, Polri, Kementerian Kesehatan, dan Kemensos.
Peraturan bersama itu dilatarbelakangi ketidakefektifan penanganan yang dilakukan polisi terhadap para pengguna narkoba dengan cara menjebloskannya ke dalam tahanan.
Selama ini, kata dia, penanganan terhadap para pecandu narkoba oleh pihak kepolisian terbukti terbukti gagal. Meski sudah berkali-kali menjebloskan mereka ke tahanan, para pengguna itu tidak juga jera.
"Bahkan, di penjara, mereka bertemu dengan pengedar, bandar dan sebagainya. Yang ujung-ujungnya, setelah bebas bukan malah berhenti tapi malah semakin parah," keluhnya. [merdeka]
EmoticonEmoticon