GRHC Nilai Penangkapan Tri Juwanda Kriminalisasi Hukum

Tri Juwanda saat berorasi. | FB
AcehXPress.coGerakan Respon Hukum Cepat (GRHC) menganggap proses penangkapan Tri Juwanda yang dilakukan Polres Lhokseumawe pada 27 Oktober 2014 lalu dinilai sebagai tindakan over acting aparat keamanan. Seharusnya tugas institusi kepolisian adalah memberikan perlindungan dan jaminanan kebebesan atas kebebasan berekspresi pendatap setiap orang.

“GRHC dengan tegas menyatakan bahwa alasan penangkapan Tri Juanda terlalu mengada-ngada dan kemudian justru mengangkangi kebebasan berdemokrasi,” ujar Juru Bicara GRHC, Edy Syah Putra, Kamis (30/10/2014).

Masih menurutnya, GRHC melihat bahwa pola-pola demikian masih menjadi pekerjaan rumah di lingkungan internal institusi kepolisian. Dimana dalam diri mereka muncul stigma bahwa demonstrasi itu selalu cenderung akan anarki, dan tidak berpikir bagaimana membuat aksi tersebut menjadi damai.

GRHC melihat publik, terutama warga eks Blang Lancang dan Rancong sudah sangat terzalimi. Padahal permintaan relokasi perumahan penduduk eks Blang Lancang dan Rancong sebanyak 542 KK menjadi bagian dari hak paska berakirnya operasi PT. Arun di Lhokseumawe.

GRHC tentunya mengajak pemerintah Aceh untuk lebih jeli dalam menyelesaikan permasalahan permintaan relokasi eks warga Blang Lancang dan Rancong dan mengaharapkan terutama pemerintah kota Lhokseumawe untuk mendesak pihak Polres Lhokseumawe agar segera membebaskan Tri Juanda selaku koordinator aksi reseattlement PT. Arun.

“GRHC sangat menyesali tindakan sewenang-wenang pihak kepolisian dalam menyikapi aksi tuntutan mahasiswa dan warga eks Blang Lancang serta Rancong. Tindakan tersebut justru kembali memperlihatkan prilaku buruk koprs kepolisian yang selalu mengedepankan tindakan represif dalam menangani dan menghadapi aksi demonstrasi,” katanya.

“Kami juga mendesak Polda Aceh untuk segera memerintahkan Kapolres Lhokseumawe (AKBP Joko Surachmanto) agar membebaskan saudara Tri Juanda,” pintanya. [tgj]


EmoticonEmoticon