Imran Nisam |
Imran, salah seorang eks kombatan asal Aceh Utara Samudera Pasee,
ia berharap semoga anggota DPRA baru bukan hanya sebagai pemberi harapan baru
(PHB). Namun, kata Imran, dewan yang baru harus mampu menciptakan program-program
baru untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Aceh secara menyeluruh.
“Terlebih dahulu kami ucapkan selamat atas pelantikannya. Saya
selaku mantan kombantan yang ikut terlibat aktif dalam memperjuangkan
kepentingan rakyat Aceh dalam menuntut keadilan yang sesuai dengan pengorbanan
pada Pemerintah Republik Indonesia,” ujar Imran.
Menurutnya lagi, hingga hari ini Aceh telah diberi kewenangan yang
seluas luasnya oleh pemerintah pusat. Dan baginya harapan terbesar pada dewan
baru adalah untuk dapat menghasilkan aturan-aturan dan program-program
permanenisasi perdamaian, terutama dari partai Aceh sebagai basis perjuangan.
Katanya, perjuangan bersenjata sudah berakhir pada tahun 2005
lalu, kini saatnya membangun Aceh dengan seluruh kekuatan dan wewenang, dengan
berakhirnya konflik maka lahirlah sebuah perjanjian damai ( MoU) dan sampai
hari ini Aceh adalah bagian dari NKRI, dan hari ini bisa dikatakan Aceh sudah
merdeka dalam NKRI.
“Oleh karena itu agar dewan yang terpilih mampu melanjutkan
perjuangan dalam memperjuangkan aspirasi rakyat Aceh yang berdasarkan payung
Hukum Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA), jika dalam periode ini anggota
dewan tidak mampu merancang semua Qanun-qanun yang menyangkut dengan kewenangan
dan kepentingan Aceh jangan harap periode selanjutnya akan ada kesempatan yang
sama,” Tambah mantan kombatan tersebut kepada AcehXPress.com.
Menurutnya lagi. setelah anggota DPRA dilantik pihaknya berharap tidak
lagi berbicara partai, tetapi semua anggota DPRA bicara dan berbuatlah atas
kepentingan rakyat Aceh. Dan jangan lagi terkoptasi dengan yang namanya
kepentingan kelompok. Karena, kata Imran, Aceh baru bangkit dan Aceh baru bebas
dari konflik dan musibah Tsunami, alangkah baiknya DPRA dan Pemerintah Aceh
dapat berbuat sebuah Qanun jaminan hidup dan pendidikan (jadup pendidikan) kepada
janda dan yatim korban konflik.
“Dimana setiap bulannya semua janda dan yatim korban konflik
mendapatkan semacam bantuan permanen minimal 500 ribu per bulan, agar janda
bisa menghidupi diri serta anak-anak mereka, dan anak yatim 500rb/bln agar
mereka ada biaya jajan supaya mereka fokus utk terus fokus pada pendidikan,
minimal sampai tamatan SMU,” Harap Imran.
Ditambahkannya, DPRA merupakan kunci utama dalam menata masa depan
Aceh ke arah yang lebih baik, anggota DPRA ibarat kebun kosong yang luas,
yang harus ditanami berbagai macam tanaman untuk kebutuhan hidup rakyat banyak,
maknanya anggota dewan yang baru harus mampu merubah tata cara lama, kebiasaan
lama anggota dewan program yang langsung menyentuh kepentingan rakyat menjadi
agenda terakhir dalam pembahasan anggaran, dan kepentingan kelompok dan program
studi banding keluar negeri menjadi agenda utama dewan terhormat. Sebaiknya itu
semua sudah saatnya kita akhiri dan jangan lagi menciptakan program yang jauh
dari harapan kita bersama.
“Untuk apa program yang lebih besar jika program yang kecil dan
langsung bermanfaat tidak mampu kita ciptakan, jika program yang ini saja ada qanunnya,
tentu sudah sangat membantu masa depan dan generasi Aceh. Jika program ini bisa
berjalan insya Allah para keluarga korban perang Aceh jelas sudah sudah sedikit
lega dan terus mereka bekerja keras untuk membesarkan anaknya yang saat ini
rata-rata sudah mulai dewasa dan selanjutnya harapan kita anak-anak yatim korban
konflik nantinya juga bisa sekolah seperti anak-anak Aceh yang lain hingga
keperguruan tinggi,” Harapnya lagi.
Katanya, jika para eks kombatan yang tidak tahu harus kemana atau
bekerja dimana sampai hari ini tentu bisa dibuat program yang sama untuk
pembinaan dan keterampilan, mendidik sesuai keahlian masing-masing dan program
kreatif, insya Allah jika qanun pemberdayaan ini dibuat tentu semua program yang
menyentuh rakyat akan terakomodir, Anak yatim dan janda konflik, eks kombatan yang
cacat seumur hidup, dan eks kombatan yang masih sehat tapi tidak punya keahlian
apa apa.
Ditambahkannya lagi, karena tidak semua eks kombantan lokal punya
pemikiran cerdas dan berwawasan tinggi, hingga hari ini masih banyak eks Pasukan
GAM yang tinggal di hutan sampai hari ini tidak punya pengalaman apa-apa, mereka
hanya bisa Kokang dan Tembakkarena itu pengalaman dasar mereka.
“Jika program pemberdayaan dan mendidik ekonomi kreatif bisa
dilakukan untuk eks kombatan, janda dan yatim konflik , tentunya untuk eks kombatan
juga bisa dilakukan hal yang sama walaupun tidak dalam bentuk yang sama, tetapi
ada program khusus yang kemudian bisa membuat kami untuk bisa mandiri secara
Ekonomi,” ungkap Imran.
Diujung pembicaraan, Imran Nisam mengatakan, jangan biasakan yang
biasa, tetapi dirinya mengajak untuk biasakan menciptakan program-program yang berkepanjangan
dan terarah, yang bermanfaat bagi seluruh rakyat Aceh.
“Itulah harapan besar kami pada dewan perwakilan rakyat Aceh yang
baru dilantik, Selamat bekerja untuk rakyat dan terus bekerja sampai cita-cita
rakayat Aceh tercapai.
Semoga bisa dipahami maksud kami sebagai Eks kombantan, karena selama
ini kami sebagai pihak yang merasa seperti kurang diperhatikan,” Tutup Imran
kepada AcehXPress.com di Banda Aceh. [intan | putri]
EmoticonEmoticon