ilustrasi |
Bahkan ada beberapa perusahaan yang sama sekali tidak memberikan keuntungan kepada rakyat Aceh.
“Mereka sama sekali tidak memiliki kantor di Aceh, tidak memepekerjakan putra-putri Aceh dan tidak membayar pajak ke Aceh,” paparnya yang dituliskan Senin (29/9/2014).
Melihat problema demikian, dia mengusulkan aturan baru agar berlaku di Aceh dalam Sidang Paripurna DPRA.
“Setiap perusahaan yang memilki kegiatan di Aceh wajib memiliki kantor pusat dan atau kantor cabang dari keterwakilan yang bertanggung jawab dan dapat mengambil keputusan terhadap persoalan ketenagakerjaan di Aceh,”usulnya.
Hal itu juga terkait dengan Rancangan Qanun Aceh tentang ketenagakerjaan yang masuk dalam pembahasan Komisi F DPRA.
Tujuannya adalah untuk melindungi para pengusaha lokal serta peluang kerja bagi rakyat Aceh.
Dia mengkhawatirkan, jika kejadian seperti itu berulang-ulang maka perekonomian Aceh akan merosot. Pengangguran juga akan semakin bertambah.
Mengenai raqan tentang pajak Aceh, dia mengharapkan raqan tersebut dapat meningkatkan Pendapatan Domestik Regional Aceh (PGRA) dari sektor pajak. Salah satunya adalah dengan menurunkan pajak dari 13 persen menjadi sembilan persen.
Sehingga, akan memacu pembelian kenderaan bermotor. Jika diakumulasikan, walaupun sudah dikurangi empat persen, pendapatan daerah dari pajak kenderaan bermotor tetap mengalami penambahan.
Hal ini dimaksud juga agar Aceh mampu bersaing dengan daerah Sumatera Utara. Pasalnya, pajak kenderaan bermotor di Sumatera Utara lebih rendah dibandingkan dengan pajak di Aceh.
Hal senada juga diutarakan Aminuddin, anggota DPRA dari Fraksi Demokrat. Dia menjelaskan bahwa penurunan pajak Aceh akan membuat masyarakat Aceh yang memakai plat BK beralih menggunakan plat BL. [tgj]
EmoticonEmoticon