Ketika Rumput Tetangga Lebih Hijau, Rumput Dihalaman Sendiri Padang Ilalang.

ilustrasi
AcehXPress.coSuasana siang itu terasa sangat panas, selain terik matahari yang seolah membakar, angin yang berhembus juga sama panasnya, maklumlah ini daerah pesisir. Sedikit membuat kewalahan bagi ‘makhluk daerah dingin’ seperti saya untuk tidak berulang kali mengeluhkan panasnya cuaca siang itu kepada rekan yang juga sama-sama jurnalis dan sedang meliput sebuah berita penggusuran.
Namun tidak bagi orang-orang disana, panas terik yang saya rasakan itu bagi mereka bukan apa-apa, mereka sudah terbiasa berkerja dibawah matahari, membiarkan kulitnya menjadi lebih eksotis dengan berpanas-panas ria, dan hari ini tampaknya akan menjadi lebih panas daripada biasanya.

Lokasi sudah sangat ramai ketika kami tiba disana. Mereka, keseluruhannya adalah pedagang-pedagang yang memiliki lapak dilokasi target penggusuran, dan saat ini keseluruhan dari mereka sedang berjuang dengan kekuatan ekstra lebih dari biasanya, berteriak-teriak meminta hak mereka untuk tetap tinggal dan menyarankan petugas keamanan agar ‘jak woe aju’ (pulang saja) kerumah masing-masing.

Mereka menolak pindah dikarenakan banyak hal, mulai dari sudah lama berjualan dilokasi tersebut dan selama ini tidak ada masalah apa-apa, tidak tersedianya tempat berjualan baru, sampai dengan isu-isu yang menyangkut-pautkan keluarga pemerintah, yang entah siapa pelaku provokasinya hingga menyebabkan mereka ngotot dan enggan merelakan tempat mengais rejeki tersebut untuk ‘dirapikan’. Ya, dirapikan.

Aku memutar pandangan, menatap kearah jalanan. Padat sekali arus lalu lintas siang itu. Jika dilihat dari jembatan yang letaknya sedikit lebih tinggi dan berada tak jauh dari lokasi, dari atas kita bisa menyaksikan pemandangan menakjubkan yang sesungguhnya. Bangunan-bangunan yang dibuat terlihat berserakan sembarangan, membuat tidak sedap dipandang mata, dan tepat ditengah lapak-lapak tersebut, disanalah letak dimana posisi target penggusuran ini persis berada.

Di jam-jam sibuk, kalau terlalu ramai maka pengguna jalan harus ekstra hati-hati jika melintas dijalan ini. Lokasi itu bisa macet kapan saja, selain truk-truk pengangkut barang berbelok masuk atau keluar dari pasar, masih banyak hal-hal lain yang menyebabkan terhambatnya arus lalu lintas.

Selain itu daerah ini mendapat julukan ‘kawasan bebas aturan lalu lintas’. (Jangan tanya siapa pencetus julukan tersebut, tidak ada. Hanya ide penulis saja, hehehehe...) Bagaimana tidak? Banyaknya pengguna motor yang punya sembilan nyawa membuat sebahagian dari pengguna jalan harus sering-sering menginjak rem. Karena tak perlu lihat kiri-kanan jika ingin menyebrangi jalan, tinggal ‘wussh…’, sampai. Walhasil klakson serta caci-makian pengguna jalan lain yang melintas kerap kali terdengar. Pendek kata sangat-sangat semrawutlah tempat tersebut. Padahal jalan ini adalah jalan nasional, jalur lintas sumatera, jalan yang… ah, sudahlah.

Fenomenal. Pokoknya bergitulah cermin negeri kita. Semua dari kita selalu membanding-bandingkan Negara tercinta ini dengan Negara tetangga atau Negara lain dimuka bumi ini, kenyataan tidak mendukung kita untuk mendapatkan posisi pantas (kalau soal kerapian) dengan Negara-negara lain. Lha, wong diatas sungai saja bisa dibangun rumah kok, kalo ditanya kenapa harus bangun rumah diatas sungai sedangkan masih banyak lahan didaratan? Jawabannya sederhana saja, ‘Indonesia 2/3 perairan dan hanya 1/3 daratan jadi daratan lebih sempit, saudara’. Ironis sekali.

Memanglah rumput tetangga lebih hijau, sementara rumput dinegara sendiri penuh ilalang, susah dibasmi pula itu, ah tragis sekali nasib Negara ini. Contoh kecil saja seperti diatas, mau ditertibkan tidak terima,ibaratnya wanita yang maunya terlihat cantik dan menarik tapi menolak untuk dibedaki. Kapan kita bisa menjadi sehijau rumput tetangga kalau ditertibkan saja susahnya ampun deh!


Siapapun kalau ingin mengkaji ‘kesadaran’, rasanya mungkin  tidak akan sanggup. Semua serba tergantung, tergantung orangnya, tergantung pemerintahnya. ah pantaslah tidak akan selesai masalahnya, semua sibuk mengoper-oper gantungan, lama kelamaan masalah tersebut juga akan seperti jemuran, kering digantungan dengan kata lain kelar tanpa solusi. Semua kembali seperti semula, tidak ada yang berubah. Masih sama, rumput tetangga lebih hijau. 

Diana Syahputri | Redaktur AcehXpress.com


EmoticonEmoticon