ilustrasi |
AcehXPress.com | Tersiarnya informasi tentang pengalokasian dana sewa rumah anggota dan pimpinan DPR Kabupaten/Kota yang gila-gilaan memicu reaksi dari berbagai kalangan. Aktivis dari LSM antikorupsi berharap uang melimpah di Aceh harus dirasakan nikmatnya oleh rakyat, bukan memperkaya dewan. Tanggapan hampir serupa juga disampaikan Rektor UIN Ar-Raniry, Farid Wajdi Ibrahim dan Anggota DPD RI, Ghazali Abbas Adan.
Kritik yang sangat tajam terhadap alokasi dana sewa rumah anggota dan pimpinan DPRK disuarakan Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh Barat, Baharuddin Bahari. Menurut Baharuddin, seharusnya di tengah melimpahnya uang Aceh, rakyat harus merasakan nikmatnya, bukan malah memperkaya dewan dengan berbagai kedok. (Baca tanggapan selengkapnya dari GeRAK Aceh Barat: DPRK Dituding Legalkan Korupsi).
Anggota DPD RI asal Aceh, Ghazali Abbas Adan yang dimintai tanggapannya soal pengalokasian uang sewa rumah anggota dan pimpinan DPRK yang dinilai gila-gilaan mengatakan, sungguh itu tidak wajar di tengah ekonomi rakyat yang tak menentu.
“Saya bukan tidak setuju mereka dapat fasilitas, tapi tolonglah sesuaikan dengan kondisi masyarakat, jangan berlebihan. Ini tidak wajar saya kira,” kata Ghazali menjawab Serambi, Jumat (28/11) usai menghadiri pertemuan dengan Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal SE di Balai Kota Banda Aceh. “Kepada teman-teman yang sudah menjadi wakil rakyat sekarang, tolong direvisi, inikan belum terlambat,” tambah Ghazali.
Menurut Ghazali, selama ini Aceh mendapat banyak suntikan dana dari Pemerintah Pusat. Dana tersebut harus digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menurutnya, tidak wajar jika wakil rakyat hidup dalam kemewahan, sementara rakyat dibiarkan menderita. “Memang mereka punya hak, tapi hak itu harus wajar-wajar sajalah,” tandas Ghazali.
Memang tidak wajar
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry, Prof Dr H Farid Wajdi Ibrahim MA juga memberikan tanggapan terhadap persoalan serupa. Menurut Farid, alokasi dana sewa rumah masing-masing anggota dewan di daerah sangat tidak wajar. Menurutnya sangat sulit mencari rumah mewah di kabupaten/kota di Aceh yang harga sewanya di atas Rp 50 juta/tahun. “Di Banda Aceh saja rumah yang bagus sekali berharga sekitar Rp 50 juta-an setahun,” katanya.
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry, Prof Dr H Farid Wajdi Ibrahim MA juga memberikan tanggapan terhadap persoalan serupa. Menurut Farid, alokasi dana sewa rumah masing-masing anggota dewan di daerah sangat tidak wajar. Menurutnya sangat sulit mencari rumah mewah di kabupaten/kota di Aceh yang harga sewanya di atas Rp 50 juta/tahun. “Di Banda Aceh saja rumah yang bagus sekali berharga sekitar Rp 50 juta-an setahun,” katanya.
Farid menegaskan, dirinya tidak mempertanyakan setiap fasilitas yang diterima dewan dari negara. Tapi, tambahnya, dalam hal tertentu kondisi masyarakat juga harus menjadi perhatian. “Kalau masyarakat menilai itu tidak wajar, ya tidak wajar,” katanya.
Menurutnya, rumah dengan harga sewa di atas Rp 50 juta sudah sangat bagus sekali. “Tapi di daerah mana ada rumah seharga itu? Kalau di Jakarta atau Medan ada rumah seperti itu,” ujarnya.
Menurutnya, ekonomi masyarakat Aceh saat ini dalam kondisi terjepit. Itu sebabnya, dia berharap para wakil rakyat harus memahami kondisi masyarakat. Apalagi biaya sewa rumah sudah memiliki aturan tersendiri. “Lakukanlah (sewa) yang sesuai. Apabila ada yang tidak sesuai, bisa saja disesuaikan,” demikian Farid Wajdi.
Reaksi mahasiswa
Sorotan terhadap tidak wajarnya dana tunjangan rumah DPRK di tiga kabupaten di wilayah barat meliputi Aceh Barat, Aceh Jaya, dan Nagan Raya juga disuarakan Presiden Mahasiswa (Presma) Univesitas Teuku Umar (UTU), Raman.
Sorotan terhadap tidak wajarnya dana tunjangan rumah DPRK di tiga kabupaten di wilayah barat meliputi Aceh Barat, Aceh Jaya, dan Nagan Raya juga disuarakan Presiden Mahasiswa (Presma) Univesitas Teuku Umar (UTU), Raman.
“Seharusnya tunjangan rumah perlu diturunkan dan bukan tetap seperti tahun lalu. Dana sebesar itu tidak wajar. Kalau dibangun rumah sudah memadai satu rumah setiap tahun dianggarkan, bayangkan kalau setiap tahun maka akan ratusan juta dana daerah terkuras,” kata Raman kepada Serambi di Meulaboh, Jumat (28/11).
Menurutnya, DPRK dari tiga kabupaten ini perlu mempertimbangkan dan kalau sudah telanjur disahkan, maka dana sewa rumah itu bisa jangan diambil sebesar itu dan sebaiknya dialihkan kepada penduduk miskin atau program pemberdayaan ekonomi. “Anggota DPRK sebagai wakil rakyat jangan mencari uang di parlemen, melainkan menjadi pejuang masyarakat dan uang diterima juga harus wajar,” ujarnya.
Seperti diberitakan, DPRK Aceh Barat dan DPRK Nagan Raya sudah mengesahkan APBK 2015 dengan besaran dana tunjangan sewa rumah untuk setiap anggota DPRK sebesar Rp 72-Rp 96 juta/orang/tahun. Sedangkan DPRK Aceh Jaya hingga kemarin belum dibahas APBK 2015, tapi mengacu kepada tahun lalu besaran dana kepada wakil rakyat berkisar Rp 60-Rp 84 juta/orang/tahun. Penetapan tunjangan uang sewa rumah yang umumnya tinggi itu mendapat sorotan dari kalangan masyarakat di wilayah itu, karena selain tunjangan rumah, DPRK juga mendapat dana tunjangan komunikasi intensif (TKI) yang dibayar setiap bulan.
Penelusuran Serambi, ternyata besaran uang sewa rumah di DPR Kabupaten/Kota beda-beda tipis. di Aceh Utara, misalnya, pada 2014 setiap anggota dewan mendapat tunjangan sewa rumah sekitar Rp 6 jutaan/bulan, sedangkan unsur pimpinan Rp 7 jutaan. Sementara di Kota Lhokseumawe pada tahun 2014, untuk ketua per bulan Rp 10 juta, wakil Rp 8,5 juta, dan para anggota Rp 8 juta. “Sedangkan untuk tahun 2015 kita masih akan mengusulkan jumlah yang sama dengan tahun 2014. Walaupun sejauh ini belum ada pembahasan,” kata Sekretaris Dewan (Sekwan) Lhokseumawe, Muzakkir Idris. [serambi]
EmoticonEmoticon