Al Chaidar Sebut Paham ISIS Sudah Masuk ke Aceh

Mantan Ketua Mantiki III Jamaah Islamiah Natsir Abbas (kanan), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai, dan Pengamat Teroris Negara Islam Indonesia Al Chaidar.
AcehXPress.coJakarta - Pengamat teroris, Al Chaidar, mengatakan paham kelompok Islamic State of Iraq and Syam (ISIS) sudah tersebar di wilayah Indonesia. Menurut dia, berdasarkan penelitian yang dilakukan timnya, ada sekitar dua puluh titik utama di wilayah Indonesia yang sudah dimasuki ajaran ISIS.
"Jumlah pendukung tersebar," kata Al Chaidar yang dituliskan Kamis (7/8/2014).

Secara rinci, paham ISIS telah menyebar di wilayah-wilayah sebagai berikut: Sumatera Utara, Aceh, Padang, Riau, Palembang, Lampung, Banten, Tangerang, Bekasi, NTB, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Menurut dia, para pendukung merasa aman karena ISIS dinilai sebagai isu luar negeri. Pendukung ISIS menganggap gerakan yang dilakukan di Irak dan Suriah tak akan berdampak pada situasi politik di Indonesia. "Saya setuju terhadap pendapat itu," kata dia.

Sebelumnya, ratusan orang telah menjalani pembaiatan di Masjid Baitul Makmur, Solo Baru, perbatasan antara Solo dan Sukoharjo. Pembaiatan yang dipimpin oleh Afif Abdul Majid tersebut berlangsung pada pertengahan Ramadan lalu.

Belakangan, beredar juga foto narapidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir, dan enam narapidana lain yang tampak duduk bersila di barisan depan. Sedangkan tujuh lainnya berdiri dan menutup wajahnya dengan sorban sambil membentangkan bendara ISIS. Foto itu diambil di ruang musala Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih, Nusa Kambangan, tempat Ba'asyir ditahan.

Kepala BNPT Ansyaad Mbai menyatakan dukungan sekelompok warga Indonesia kepada ISIS masuk dalam kategori pelanggaran hukum. Menurut Ansyaad, para pendukung ISIS bisa kehilangan status kewarganegaraannya.

Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin merasa masih perlu mengkaji Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 lebih dalam karena kasus ini termasuk baru terjadi. Mengacu pada Undang-Undang Kewarganegaraan tersebut, menurut Amir, ada rumusan yang masih perlu ada sinkronisasi pemahaman yang bulat antara pihak yang punya kewenangan terhdap masalah tersebut. [Tempo]

Related Posts