AcehXPress.com | Saya seringkali tidak
habis pikir setiap kali menyaksikan fenomena dilayar televisi tentang bagaimana
dilemanya nasib dunia persinetronan di Indonesia saat ini. Dimana pada sebahagian
besar tayangan sinetron terdapat cerita bagaimana seseorang yang hobi membaca
dan giat belajar malah dijadikan bahan tertawaan dan olok-olokan.
Pemeran tokoh
tersebut didandani selayaknya orang kuper
yang membawa buku kemana-mana. Mengenakan kacamata sebesar ukuran piring dengan
minus setebal pantat botol, rambut dikepang dua untuk yang wanita dan untuk
prianya diberikan gaya rambut belah tengah atau rata kanan-kiri. Pokoknya penampilan mereka dipermak
habis-habisan, dibuat sangat culun dengan tata rias sekreatif mungkin. Bagi
penonton lain hal itu bisa jadi merupakan suatu hiburan yang menyenangkan,
namun bagi saya itu adalah suatu hal yang aneh.
Ya, sangat aneh
bahkan. Bagaimana bisa seorang sutradara memiliki pikiran bahwa orang yang hobi
membaca harus memiliki penampilan serendah itu? Begitulah bagaimana sinetron
mendidik para penerus generasi bangsa sesungguhnya. Mereka meracuni otak dan
pikiran penonton dengan seolah-olah menyiratkan pesan bahwa ‘kutu buku itu
kampungan’, benarkah?
Ketidakmodisan
bahkan gaya kuno yang mereka sematkan pada tokoh utama memberikan pengaruh dan
efek buruk setidaknya tiga puluh lima persen. Saya tercengang ketika bahkan
anak SD saja bisa tau dan paham bahwa tokoh yang membawa buku kemana-mana itu
adalah orang yang selalu dibully dalam
sinetron.
“Nggak suka baca buku, nanti dikatain sok
pintar dan kurang pergaulan” wah, fenomenal!
Tahukah anda
bahwa sesungguhnya tidak ada orang sukses yang tidak membaca buku? Tidak ada
para penemu yang tidak gila buku? Presiden sekalipun masih harus tergila-gila
dengan bacaan untuk dapat mengatur strategi bagaimana mempertahankan Negara.
Bahkan, George Eastman, penemu roll pertama
kali yang berjasa mengembangkan dunia perfilman yang saat ini saban hari kita
tonton juga beliau awalnya adalah seorang membaca buku serta ribuan naskah.
Lalu bagaimana ceritanya seseorang yang gila membaca bisa dengan gampangnya dijuluki
‘kuper’ bahkan kampungan jika dengan
gila membaca sebenarnya mereka dapat menciptakan suatu penemuan yang bahkan
tidak terpikirkan oleh orang lain?
Beruntunglah
anda yang tidak hobi membaca buku dan saat ini tinggal di indonesia. Ya,
indonesia tidak mewajibkan rakyatnya gila membaca, jadi meski anda sedang
menempuh perjalanan jauh yang membosankan sekalipun, anda hanya dapat membaca
sajian pemandangan diluar jendela. Tidak ada tumpukan buku serta kertas yang
dapat dijadikan sebagai penghilang suntuk sekaligus belajar sembari berjalan.
Hal ini sangat
berbeda jika sekiranya anda lahir dan besar di jepang yang bahkan di trotoar
pun disediakan rak buku dengan sajian buku serta surat kabar yang menyajikan
berita terupdate serta berbeda setiap harinya.
Tidak
mengherankan jika hal unik ini tidak terdapat di indonesia, jangankan pinggiran
trotoar diberi rak buku untuk membaca, wong
trotoarnya saja sering diserobot pengguna sepeda motor yang kalau pejalan
kakinya tidak mau minggir, dia akan berteriak ‘Minggir woy! Motor gue mau lewat!’ padahal sudah jelas rambu-rambu
serta papan peringatan terpampang dimana-mana dengan tulisan ‘khusus pejalan kaki’. Ketika terkena
tilang oleh petugas keamanan, barulah muncul penyesalan sebesar gajah didalam
kepala “waduh… kok nggak dibaca ya
peraturannya”. Itulah salah satu efek buruk dari tidak suka
membaca, merugikan diri sendiri.
Bagaimana dengan
anda? Masih malas dan tidak suka membaca juga? Jangan terlalu banyak menonton
sinetron, tidak ada kutu buku yang kampungan, kok. Jadi anda tidak perlu takut.
Karena sesungguhnya buku merupakan jendela dunia, bahkan sambil duduk saja anda
bisa keliling dunia gratis tanpa biaya, yang anda butuhkan hanya lembaran-lembaran
kertas. Jangan khawatir jika diberi gelar ‘kutu
buku’, karena gelar mulia tersebut saat ini sudah mulai langka.
Selamat membaca.
Diana Syahputri | Redaktur AcehXpress.com
EmoticonEmoticon