Lima Ribu Titik Penambangan Ilegal Ditemukan di Aceh

ilustrasi Penambangan
AcehXPress.coSebanyak 5.000 titik di 12 kabupaten dari 23 kabupaten/kota di Aceh terdapat penambangan liar atau ilegal. Jumlah penambangan ilegal ini jauh lebih besar daripada perkiraan selama ini yang hanya ada di 3 kabupaten.
Terungkapnya 12 daerah di Aceh terdapat penambangan ilegal dari hasil diskusi pencemaran merkuri dengan tema “Analisis Kebijakan Pertambangan Ilegal dan Pencemaran Lingkungan” yang diselenggarakan Walhi Aceh bersama Mongabay, Kamis (11/9) di sebuah kafe simpang Surabaya, Banda Aceh.
Diskusi yang diikuti kalangan pemerintah, LSM dan media tersebut menghadirkan narasumber Rosmayani dari Bapedal, Faisal SHut MM dari Dinas Kehutanan, Dr Elly Supriadi (akademisi), Muhammad Nur (direktur Walhi Aceh), dan Yuyun Ismawati dari Bali Fokus.
Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur mengungkapkan, kasus terparah dalam penambangan ilegal terdapat di kawasan Manggamat, Aceh Selatan. Kasusnya kini sudah membooming dan akan menjadi bom waktu bagi masyarakat, karena melihat proses pengolahan emas yang mereka lakukan sangat memprihatinkan sekali.
“Ini terjadi karena para penambang masih tak paham akan efek yang mereka timbulkan akibat penggunaan merkuri untuk mengikat emas yang didapat,” ujar M Nur.
Yang lebih memilukan adalah masih banyak berlangsung di kawasan hutan lindung dikarenakan menurut Dinas Kehutanan sendiri mereka mengalami dilema dalam melakukan pengawasan disebabkan sering bentrok dengan persoalan adanya keterlibatan oknum (orang ketiga) yang sangat memengaruhi dalam segala kegiatan yang ada serta minimnya anggaran yang dialokasikan untuk pengawas perlindungan hutan.
Konvensi Minamata
Sementara Yuyun mengungkapkan, saat ini sudah ada konvensi minamata merkuri yang akan ditandatangani dan diratifikasi 50 negara. Jika ini sudah diratifikasi, maka konvensi ini bisa dijadikan pedoman. Indonesia sendiri sudah menandatangani konvensi ini, hanya saja belum meratifikasinya.
Sebenarnya kasus pencemaran merkuri bukan hanya terjadi di Aceh saja, tapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia dan korbannya adalah masyarakat yang tidak terlibat sama sekali dengan kegiatan penambangan, hanya saja tidak dipublikasikan.
Dikatakan, merkuri sifatnya teratur genetik. Artinya, jika ibu yang hamil tercemar merkuri, anak yang dilahirkan akan cacat. 
Untuk Aceh sudah beberapa kali terjadi kasus kelahiran bayi tanpa perut, tanpa langit-langit kepala dan sebagainya, namun belum ada penelitian yang mengarahkan penyebabnya adalah karena tercemar merkuri. 
Hal lain yang terungkap dalam diskusi, ternyata penambang ilegal bukan orang Aceh asli. Ketika terjadi kecelakaan atau sakit, tak ada aturan yang mengatur itu, karena menurut qanun kependudukan Aceh, yang disebut orang Aceh adalah orang yang lahir di Aceh sehingga bagi Dinas Kesehatan sendiri, ketika mereka harus membantu, terpaksa dengan cara ilegal atau hanya melihat dari aspek kemanusiaan saja. Begitu juga ketika harus mengevakuasi penduduk yang berada dalam wilayah yang sudah dalam ambang batas merkuri.
Diskusi juga memberikan gambaran atas beberapa kasus yang terjadi akibat pertambangan ilegal di Aceh, seperti matinya ikan di Aceh Jaya yang menurut penelitian  FKH Unsyiah, disebabkan tumpahnya sulfida, dan penelitian lain menyebutkan itu terjadi karena tercemarnya air sungai oleh merkuri serta sianida dari penambangan.
Karena itu, Walhi merekomendasikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh untuk segera mengeluarkan RAD (Rencana Aksi Daerah) untuk pertambangan ilegal dalam rangka mencegah perusakan lingkungan hidup yang lebih besar.
Menurut M Nur, jika perbaikan tata kelola tidak segera dilakukan untuk menghindari dampak yang lebih besar, maka Walhi Aceh akan menempuh upaya hukum dalam penyelamatan kerusakan yang kian marak akibat pertambangan ilegal. []


analisadaily

Related Posts


EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng
:lv