Puan Maharani |
Puncaknya, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dipimpin ketua fraksi mereka, Puan Maharani, meninggalkan ruang sidang sambil menangis. Mereka menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
Sikap mereka sejalan dengan slogan partai berlambang kepala banteng itu, yakni membela wong cilik (rakyat kecil). Selama satu dasawarsa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, PDIP menjadi partai terdepan menolak tiga kali kenaikan bahan bakar bersubsidi.
Konsistensi mereka, termasuk Puan, terjaga setahun kemudian. Mereka bahkan sampai mengeluarkan buku putih soal penolakan atas kenaikan bahan bakar. Di dalam sana dijelaskan pula jurus-jurus PDIP agar bahan bakar bersubsidi tidak perlu dinaikkan.
Tapi itu dulu, sebelum PDIP berkuasa. Setelah partai mereka menang dalam pemilihan umum tahun ini dan calon presiden mereka usung, Joko Widodo, terpilih, partai besutan Megawati Soekarnoputri ini mengubah haluan.
Dengan alasan serupa dikemukakan pemerintahan Yudhoyono, Joko Widodo Senin malam pekan lalu menaikkan harga bahan bakar bersubsidi: bensin naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 dan solar naik dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500.
Duet Joko Widodo dan Jusuf Kalla selalu sesumbar kekuasaan mereka buat rakyat malah membebani rakyat. Mereka beralasan pencabutan subsidi bahan bakar untuk dialihkan ke pembangunan infrastruktur agar roda perekonomian bergerak lebih cepat dan lebih baik. Pemerintah mengklaim kenaikan harga bahan bakar itu menghemat anggaran Rp 100 triliun.
Bedanya kali ini, tidak ada perdebatan sengit di Senayan. Konflik antara koalisi pro-Joko Widodo dan pendukung Prabowo Subianto masih bergulir. Ini kelanjutan dari persaingan dua elite itu dalam pemilihan presiden.
Tentu saja pantas menjadi sorotan adalah Puan, sering disebut tuan puteri di kalangan internal PDIP. Dia tidak muncul di istana saat Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga komoditas menyangkut hajat hidup orang banyak itu.
Hingga artikel ini dilansir Puan tidak bisa dimintai komentarnya. Ditelepon berkali-kali dia tidak menjawab. Ditanya lewat pesan singkat apakah merasa malu berkhianat kepada rakyat, dia juga bungkam.
Tuan puteri tidak segalak dulu. Mulutnya kini terkunci. [Merdeka]
EmoticonEmoticon