Buku pemurtadan yang beredar di Aceh. ©2014 Merdeka.com |
Sepekan terakhir warga Aceh dihebohkan penemuan buku pendangkalan aqidah. Buku-buku yang beredar secara diam-diam ini berisi menyudutkan ajaran Agama Islam. Sehingga membuat warga resah dan telah melaporkan peredaran buku itu pada ulama.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali membenarkan adanya peredaran buku tersebut. Peredaran buku ini terjadi di beberapa kabupaten yaitu Pidie Jaya, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Besar dan Bireuen.
"Buku yang beredar pada masyarakat itu beragam, ada 4 jenis. Intinya dalam buku itu mengajak kristenisasi dan upaya pemurtadan siapa yang membacanya," kata Wakil Ketua MPU Aceh, Faisal Ali, Rabu (3/12) di kantor MPU Aceh.
Menurutnya, buku-buku yang beredar perlu di-black list, karena bila ini dibaca oleh masyarakat awam sulit membedakan mana yang benar dan salah. Sehingga rawan terhadap terjadi pemurtadan dan penangkalan aqidah umat muslim di Aceh.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali membenarkan adanya peredaran buku tersebut. Peredaran buku ini terjadi di beberapa kabupaten yaitu Pidie Jaya, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Besar dan Bireuen.
"Buku yang beredar pada masyarakat itu beragam, ada 4 jenis. Intinya dalam buku itu mengajak kristenisasi dan upaya pemurtadan siapa yang membacanya," kata Wakil Ketua MPU Aceh, Faisal Ali, Rabu (3/12) di kantor MPU Aceh.
Menurutnya, buku-buku yang beredar perlu di-black list, karena bila ini dibaca oleh masyarakat awam sulit membedakan mana yang benar dan salah. Sehingga rawan terhadap terjadi pemurtadan dan penangkalan aqidah umat muslim di Aceh.
Faisal Ali juga mencontohkan isi buku yang mengarah pendangkalan aqidah seperti disebutkan bahwa bahwa Alquran itu telah memutarbalikkan kitab. Kemudian disebutkan juga bahwa Nabi Muhammad menikah sebanyak 20 kali.
"Ini semua upaya menyudutkan Islam dan modus operandinya setiap beredar buku penangkalan aqidah sama. Namun sekarang ini intensitasnya yang semakin masif terjadi di Aceh," imbuhnya.
Adapun metode peredaran, dijelaskannya, seperti terjadi di Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, buku-buku pendangkalan aqidah itu dititipkan di warung-warung dengan menggunakan sepeda motor. Hal yang sama juga metode peredaran di Aceh Jaya dan beberapa kabupaten lainnya..
"Kalau di Pidie Jaya itu justru dititipkan di sebuah pesantren yang ada di Pidie Jaya," tukasnya.
Oleh karena itu, Faisal Ali meminta kepada pihak kepolisian dan Pemerintah Aceh untuk mengusut tuntas peredaran buku tersebut. Sehingga ada kejelasan pelaku yang berupaya pendangkalan aqidah masyarakat Aceh.
Penting menurut Faisal Ali dituntaskan, agar tidak terjadi salah paham dengan non-muslim yang ada di Aceh. Pasalnya dengan modus operandi yang sistematis dan masif, dia mensinyalir ada upaya mengadu domba antara Muslim dan non-muslim di Aceh. [Merdeka]
EmoticonEmoticon