AcehXPress.com | Pemerintah Aceh akan terlibat langsung dalam pengelolaan aset PT Arun NGL di Kota Lhokseumawe, setelah kontrak penjualan gas berakhir pada Oktober 2014, kata Wali Kota setempat Suadi Yahya.
"Jadi, setelah kontrak penjualan gas habis pada Oktober 2014, maka seluruh aset PT Arun akan dikelola oleh Pemerintah Aceh," kata Wali Kota Suadi kepada wartawan di Lhokseumawe, Senin, menanggapi adanya pihak-pihak yang diduga kuat telah melakukan upaya pengeloaan asset PT Arun tanpa dikoordinasikan dengan Pemerintah Aceh.
Wali Kota Suaidi mengatakan, Pemko Lhokseumawe bersama Pemerintah Aceh telah membentuk tim untuk mengadvokasi masalah tersebut, terhadap perusahaan yang telah dibentuk untuk menjalankan operasional asset PT Arun setelah berakhir kontrak.
Suaidi menyebutkan, ada aktor bisnis yang bermain dalam rencana pemanfaatan aset PT Arun pada Oktober mendatang.
Disebutkan, Pertamina dengan skenarionya membentuk Perusahaan Arun Bontang Solution dan Perta Arun Gas, di mana pembentukan dua perusahaan tersebut untuk pengelolaan aset PT Arun tanpa diketahui dan dikoordinasikan dengan Pemerintah Aceh dan Kota Lhokseumawe, baik terhadap kepemilikan saham maupun kebijakan lainnya.
"Jangan ada kebijakan gaya lama yang memarginalkan peran daerah dan menggiring masyarakat lokal menjadi penonton lagi. Para aktor tersebut jangan menari-nari tanpa peduli pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Sudah tidak masanya lagi," tegas Suaidi Yahya.
Dikatakan, dirinya merasa aneh jika Pertamina ingin mengelola aset eks PT Arun yang nilai ekonomisnya untuk ukuran bisnis Pertamina tinggal ambil saja tanpa mempertimbangkan dinamika pertumbuhan ekonomi wilayah masyarakat sekitar.
Dari perspektif itu, khalayak tentu akan mempertanyakan latar belakang dan pola yang bagaimana yang dimainkan oleh Direksi Pertamina sekarang dengan Arun Bontang Solution tersebut.
Seharusnya, Pertamina sebagai BUMN secara proaktif mengajak daerah untuk duduk bersama dalam memanfaatkan sumberdaya wilayah peninggalan PT Arun agar tidak mubazir dan menjadi besi tua, katanya.
"Secara parsial, hingga saat ini, Pertamina telah ditunjuk oleh pemerintah untuk menjadi pengelola proyek LNG Receiving Terminal dan Regasfikasi dengan melibatkan Perusahaan Pembangunan Daerah Aceh (PDPA) yang dalam lingkup tertentu akan mengakomodir posri kabupaten/ kota. Namun, saat ini peran BUMD terus dikerdilkan oleh komperador-komperador yang diakomodir Direksi Pertagas agar share daerah dapat diserahkan kepada mereka," terang Suaidi Yahya.
Secara tegas Wali Kota Lhokseumawe itu juga menyatakan, jumlah pengangguran di Lhokseumawe dan Aceh Utara saat ini mencapai 39 ribu orang. jika pemerintah pusat (selaku pemilik aset) dan Pertamina lewat PT Arun (selaku pengelola asset), tidak mau memperhitungkan parameter-parameter pengembangan ekonomi wilayah termasuk potensi penyerapan tenaga kerja, Pemko Lhokseumawe akan menolak kehadiran aktor ekonomi seperti itu.
"Seharusnya, pemerintah pusat dan Pertamina sadar bahwa tindakan memecahbelah aset eks PT Arun akan menjadi kontra produktif untuk pembangunan ekonomi wilayah sebagai bagian pembangunan ekonomi Indonesia. Jadi, jangan salahkan kami Pemerintah Kota Lhokseumawe bila kami menolaknya," tegas Wali Kota Lhokseumawe.
Disebut-sebut, Arun Bontan Solution akan digunakan untuk mengelola semua aset eks PT Arun nantinya, sedangkan Perta Arun Gas akan mengurus masalah terminal gas. Kedua badan usaha tersebut, dianggap tidak pernah berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh dan Pemko Lhokseumawe tentang kegiatannya. Bahkan, dianggap sudah mulai menerima tenaga kerja tanpa ada koordinasi dengan Pemko Lhokseumawe.
Tanpa ada kordinasi itulah yang membuat Wali Kota Suaidi Yahya berang dan bersama-sama dengan pemerintah Aceh akan mengupayakan jalur hukum agar daerah diberi peran dalam mengelola aset eks PT Arun tersebut.
Karena menurut Suaidi Yahya, langkah yang diambil oleh pihaknya memiliki payung hukum dari beberapa aturan yang telah ada sebelumnya. [Skalanews]
"Jadi, setelah kontrak penjualan gas habis pada Oktober 2014, maka seluruh aset PT Arun akan dikelola oleh Pemerintah Aceh," kata Wali Kota Suadi kepada wartawan di Lhokseumawe, Senin, menanggapi adanya pihak-pihak yang diduga kuat telah melakukan upaya pengeloaan asset PT Arun tanpa dikoordinasikan dengan Pemerintah Aceh.
Wali Kota Suaidi mengatakan, Pemko Lhokseumawe bersama Pemerintah Aceh telah membentuk tim untuk mengadvokasi masalah tersebut, terhadap perusahaan yang telah dibentuk untuk menjalankan operasional asset PT Arun setelah berakhir kontrak.
Suaidi menyebutkan, ada aktor bisnis yang bermain dalam rencana pemanfaatan aset PT Arun pada Oktober mendatang.
Disebutkan, Pertamina dengan skenarionya membentuk Perusahaan Arun Bontang Solution dan Perta Arun Gas, di mana pembentukan dua perusahaan tersebut untuk pengelolaan aset PT Arun tanpa diketahui dan dikoordinasikan dengan Pemerintah Aceh dan Kota Lhokseumawe, baik terhadap kepemilikan saham maupun kebijakan lainnya.
"Jangan ada kebijakan gaya lama yang memarginalkan peran daerah dan menggiring masyarakat lokal menjadi penonton lagi. Para aktor tersebut jangan menari-nari tanpa peduli pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Sudah tidak masanya lagi," tegas Suaidi Yahya.
Dikatakan, dirinya merasa aneh jika Pertamina ingin mengelola aset eks PT Arun yang nilai ekonomisnya untuk ukuran bisnis Pertamina tinggal ambil saja tanpa mempertimbangkan dinamika pertumbuhan ekonomi wilayah masyarakat sekitar.
Dari perspektif itu, khalayak tentu akan mempertanyakan latar belakang dan pola yang bagaimana yang dimainkan oleh Direksi Pertamina sekarang dengan Arun Bontang Solution tersebut.
Seharusnya, Pertamina sebagai BUMN secara proaktif mengajak daerah untuk duduk bersama dalam memanfaatkan sumberdaya wilayah peninggalan PT Arun agar tidak mubazir dan menjadi besi tua, katanya.
"Secara parsial, hingga saat ini, Pertamina telah ditunjuk oleh pemerintah untuk menjadi pengelola proyek LNG Receiving Terminal dan Regasfikasi dengan melibatkan Perusahaan Pembangunan Daerah Aceh (PDPA) yang dalam lingkup tertentu akan mengakomodir posri kabupaten/ kota. Namun, saat ini peran BUMD terus dikerdilkan oleh komperador-komperador yang diakomodir Direksi Pertagas agar share daerah dapat diserahkan kepada mereka," terang Suaidi Yahya.
Secara tegas Wali Kota Lhokseumawe itu juga menyatakan, jumlah pengangguran di Lhokseumawe dan Aceh Utara saat ini mencapai 39 ribu orang. jika pemerintah pusat (selaku pemilik aset) dan Pertamina lewat PT Arun (selaku pengelola asset), tidak mau memperhitungkan parameter-parameter pengembangan ekonomi wilayah termasuk potensi penyerapan tenaga kerja, Pemko Lhokseumawe akan menolak kehadiran aktor ekonomi seperti itu.
"Seharusnya, pemerintah pusat dan Pertamina sadar bahwa tindakan memecahbelah aset eks PT Arun akan menjadi kontra produktif untuk pembangunan ekonomi wilayah sebagai bagian pembangunan ekonomi Indonesia. Jadi, jangan salahkan kami Pemerintah Kota Lhokseumawe bila kami menolaknya," tegas Wali Kota Lhokseumawe.
Disebut-sebut, Arun Bontan Solution akan digunakan untuk mengelola semua aset eks PT Arun nantinya, sedangkan Perta Arun Gas akan mengurus masalah terminal gas. Kedua badan usaha tersebut, dianggap tidak pernah berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh dan Pemko Lhokseumawe tentang kegiatannya. Bahkan, dianggap sudah mulai menerima tenaga kerja tanpa ada koordinasi dengan Pemko Lhokseumawe.
Tanpa ada kordinasi itulah yang membuat Wali Kota Suaidi Yahya berang dan bersama-sama dengan pemerintah Aceh akan mengupayakan jalur hukum agar daerah diberi peran dalam mengelola aset eks PT Arun tersebut.
Karena menurut Suaidi Yahya, langkah yang diambil oleh pihaknya memiliki payung hukum dari beberapa aturan yang telah ada sebelumnya. [Skalanews]
EmoticonEmoticon