![]() |
ilustrasi |
Anggapan pelaku diet yang selama ini menganggap pemanis buatan lebih baik dibandingkan pemanis alami, secara tegas dibantah oleh para peneliti. Pemanis buatan terbukti mampu memicu penyakit diabetes tipe 2.
Dalam jurnal Nature seperti dilansir laman CBC yang dikutip AcehXPress.com, para peneliti melaporkan jika pemanis buatan mampu meningkatkan kadar gula darah dengan cara menganggu mikroba dalam usus. Peningkatan kadar gula darah merupakan indikator awal diabetes tipe 2 dan penyakit metabolis lainnya.
Peningkatan konsumsi pemanis buatan juga memberikan potensi besar untuk gangguan berat badan atau obesitas. Dengan menggunakan tikus sebagai hewan percobaan, para peneliti mendapati pemanis buatan non-kalori dapat langsung berkontribusi meningkatkan resiko obesitas dan diabetes.
Penelitian yang melilbatkan serangkaian percobaan mendapati tikus yang minum air dengan intoleransi glukosa dibandingkan tikus yang hanya minum air saja, atau minum air dengan gula di dalamnya. Hasilnya saat para ilmuwan menggunakan antibiotik untuk membunuh bakteri usus, efek pemanis buatan pada intoleransi glukosa pada tikus yang diberi diet baik perlu dikembalikan ke kondisi normal.
Secara keseluruhan, Cathryn Nagler dan Taylor Feehley dari Departemen Patologi di Universitas Chicago menyebut hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanis buatan berkaitan erat dengan obesitas, dengan cara mengubah komposisi dan fungsi populasi bakteri dalam usus.
Sekitar 381 orang non-penderita diabetes yang rata-rata berusia 43 tahun dalam sebuah studi gizi berkelanjutan didapati perbedaan dalam kondisi bakteri usus mereka. Mereka yang intens mengkonsumsi minuman atau makanan dengan pemanis buatan beresiko lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsinya.
Kenaikan gula darah dan intoleransi glukosa dapat menjadi penanda seseorang mengidap diabetes. Namun masih dibutuhkan penelitian lanjutan terkait dengan hasil riset kali ini.
"Penelitian ini menjadi sebuah peringatan jika pemanis buatan tidak mewakili penyebab obesitas dan epidemi diabetes, mengingat masih belum cukup butki untuk mengubah pola hidup sehat masyarakat," ucap Nita Forouhi, Pemimpin Program di Unit Epidemiologi Medial Research Council di Cambridge University. []
EmoticonEmoticon