149 Kasus Kekerasan Seksual Dialami Anak-Anak Aceh

149 Kasus Kekerasan Seksual Dialami Anak-Anak Aceh
(Foto: Okezone)
AcehXPress.coPraktik kekerasan seksual terhadap anak masih terus terjadi. Hal itu akibat lemahnya perlindungan yang diberikan negara terhadap anak. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Anak Provinsi Aceh mencatat ada 149 kasus kekerasan seksual dialami anak-anak di sana dalam lima tahun terakhir.

Manajer Program LBH Anak Aceh Rudy Bastian mengatakan, dalam kurun waktu tersebut jumlah kekerasan seksual pada anak menunjukkan peningkatan.

"Untuk 2014 saja terjadi 35 kasus yang melibatkan anak sebagai korban dan pelaku kekerasan seksual," katanya di Banda Aceh, Senin (24/11/2014).

Sejak 2010, LBH Anak Aceh mencatat ada 27 kekerasan seksual terhadap anak di berbagai daerah di Aceh. Setahun kemudian jumlahnya naik menjadi 29 kasus. Pada 2012, kasus kekerasan serupa kembali meningkat menjadi 32 kasus dan tahun berikutnya sempat menurun dengan 26 kasus.

"Akan tetapi, tahun ini kembali melonjak dan meningkat 50 persen," ujar Rudy.

Menurutnya, peningkatan kekerasan seksual terhadap anak terjadi akibat kurangnya kepedulian pemerintah dalam menyiapkan segala bentuk intervensi pencegahan.

"Pemerintah terkesan tidak acuh dan lebih mementingkan aspek pembangunan fisik saja ketimbang membina aspek mental bagi masyarakat," tuturnya.

Ironisnya, kata Rudy, dari sekian kasus kekerasan seksual terhadap anak tersebut, pelakunya banyak melibatkan orang-orang terdekat dalam lingkungan si anak yang seharusnya menjadi pelindung, seperti orangtua, paman, guru, dan masyarakat di sekitaran tempat tinggal si anak.

Kekerasan seksual anak adalah tindak kejahatan kemanusiaan yang merampas masa depan dan merusak kehidupan korban. Bukan hanya masalah seksual atau asusila, tapi juga pelanggaran terhadap hak otonomi seseorang pada tubuhnya yang merusak fisik dan psikis korban.

"Jika ditarik garis merupakan sebuah penindasan terhadap hak jati diri seseorang," ujar Rudy.

Menurutnya, masalah utama sulitnya memberantas kekerasan seksual terhadap anak ada pada cara berpikir diskriminatif yang masih dipelihara oleh sistem selama ini, baik sistem pendidikan maupun sistem hukum.

"Analogi diskriminatif inilah yang memacu stagnansi masyarakat bahwa kekerasan seksual masih batas toleran," ujar Rudy.

Guna melindungi anak dari ancaman kekerasan seksual, pemerintah perlu mengevaluasi secara menyeluruh kebijakannya terkait upaya mendorong berjalannya fungsi keluarga, adanya lingkungan yang kondusif, kurikulum pendidikan yang sejalan serta penegakan hukum.

"Diperlukan juga sosialisasi ke sekolah agar para siswa mampu menolak ajakan-ajakan dari orang asing. Jika mengutip selentingan Kak Seto yang berkata: 'Selama ini kita diajarkan untuk selalu sopan santun dan tidak menaruh curiga kepada siapa pun.' Tapi ternyata ada orang jahat yang memanfaatkan untuk perbuatan yang keji," tutur Rudy.

Anak-anak yang tergolong kelompok rentan harus senantiasa mendapat perlindungan. Peran para orangtua dalam memberikan pemahaman akhlak, moral, dan tingkah laku anak perlu terus diwujudkan sebagai upaya pencegahan dalam meredam kekerasan terhadap anak.

"Peran orangtua harus mampu memberikan teladan atau sebuah pemahaman sederhana kepada anak untuk selalu berhati-hati. Bisa dengan cara memberikan pemahaman ilmu agama yang cukup," jelasnya.

Semua pihak diminta melawan kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan penegak hukum juga harus serius menjalankan fungsinya dalam menangani kasus-kasus yang mengorbankan anak.

Pemerintah juga diminta menyiapkan program-program pembinaan masyarakat dengan melibatkan semua pihak, untuk memberi pemahaman kepada warga tentang gejala-gejala kejahatan seksual yang sedang mengancam anak-anak mereka.

"Kampanye kesekolah-sekolah dan tempat basis-basis pertemuan masyarakat mesti digalakkan," pungkasnya. [Okezone]


EmoticonEmoticon