ilustrasi |
Wakil Sekretaris Jenderal Panglima Laot Aceh, Miftah Cut Adek, mengatakan, aksi pencurian ikan oleh nelayan asing di Samudera Hindia dan Selat Malaka yang masuk wilayah teritorial Aceh sudah berlangsung sejak lama.
"Nelayan asing ini menggunakan pukat harimau saat menangkap ikan di perairan kita. Padahal pemakaiannya sangat dilarang karena mengancam kehidupan ekosistem laut," kata Miftah saat dihubungi wartawan, Minggu (2/11/2014).
Aksi pencurian ikan paling sering terjadi terutama di Samudera Hindia wilayah barat selatan Aceh, Samudera Hindia sepanjang utara dan timur Aceh, serta Teluk Benggala dekat dengan perairan Andaman, India. Sasaran para pencuri ini yaitu tuna, udang, dan hiu yang memiliki nilai jual tinggi.
Menurut Miftah, para nelayan Aceh tidak mampu berbuat banyak saat berhadapan dengan nelayan asing yang mempunyai peralatan lebih canggih. Bahkan para nelayan asing juga kerap mengancam menembak nelayan Aceh jika dianggap mengganggu mereka.
"Aksi illegal fishing ini sudah lama sekali terjadi dan seperti ada pembiaran," tegasnya.
Nelayan Aceh, kata Miftah, mendesak Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti agar segera memberantas aksi pencurian ikan di perairan Aceh yang sudah sangat meresahkan nelayan.
"Kami minta Menteri Kelautan dan Perikanan segera mengatasi pencurian ikan dan penggunaan trawl di perairan Aceh," tuturnya.
Menurut Miftah, potensi perikanan laut Aceh mencapai 1,8 juta ton per tahun. Namun sekarang baru tergarap sekitar 10% setiap tahunnya, karena terbatasnya fasilitas dan sumber daya dimiliki. [detik]
EmoticonEmoticon