ilustrasi Tsunami |
Aktivis Komunitas Siar Smong, Yoppi Smong, menyatakan hal itu dalam acara panggung seni budaya Aceh bertajuk " Smong; Sastra Merekam Bencana" di Galeri Indonesia Kaya, Mal Grand Infonesia, Jakarta, Jumat (31/10/2014) malam.
Kegiatan tersebut merupakan rangkaian peringatan 10 tahun smong atau tsunami yang diselenggarakan Komunitas Siar Smong bekerjasama dengan Kantor Penghubung Pemerintah Aceh di Jakarta.
Yoppi Smong yang pernah meneliti peristiwa smong di Simeulue dan dituangkan dalam buku "Smong" menyebutkan, istilah smong ditemukan dalam sastra tutur Nandong yang dituturkan turun temurun dalam masyarakar Simeulue.
Masyarakat Simeulue berhasil menyelamatkan diri dari hantaman smong atau tsunami karena telah memiliki pengetahuan kebencanaan, yang dituturkan dalam sastra Nandong. "Apabila datang gempa kuat, disusul laut surut, segeralah cari tempat tinggi. Itulah smong namanya," kataYoppi mengutip penggalan puisi Nandong-Smong. Puisi tersbut aslinya dituturkan dalam bahasa lokal Simeulue.
Pada peristiwa smong atau tsunami Aceh, jumlah korban di Simeulue sangat sedikit, tujuh orang meninggal dunia. Bandingkan dengan jumlah korban jiwa di daratan pesisir Aceh lainnya mencapai 250 ribu meninggal dunia dan 200 ribu lagi dinyatakan hilang.
Yoppi Smong menyebutkan, smong adalah kearifan lokal Simeulue yang berisi informasi peringatan dini bencana melalui sastra tutur. "Jauh sebelum teknologi sistem peringatan dini bencana ditemukan, masyarakat Simeulue telh memiliki pengetahuan kebencanaan yang dituturkan dalam bentuk sastra tutur. Inilah salah satu fungsi sastra," katanya.
Pulau Simeulue pernah dihantam smong atau tsunami pada 1883, 1907, dan 2004. Korban paling banyak jatuh pada peristiwa 1907. Korban yang selamat kemudian menuturkan peristiwa dahsyat itu dalam sastra tutur Nandong. "Inilh salah satu alasan kami mengusulkan istilah smong sebagai pengganti tsunami," kata Yoppi.
Dalam panggung seni budaya Aceh "Smong; Sastra Merekam Bencana" malam itu, menampilkan komposisi musik "Bombang-Yoko, Tsunami Jepang Smong Aceh" yang melibatkan pemusik asal Tokyo, Yoko Nomura dan pemusik Aceh, M Yusuf Bombang, dimainkan dengan impresif.
Komposisi tersebut merupakan garapan Komunitas Siar Smong, menyiratkan kepedihan peristiwa tsunami di Jepang dan Smong di Aceh yang memiliki daya rusak luar biasa dahsyat. Komposisi ini kolaborasikan dengan pembacaan puisi "Laut Surut" oleh penyair Fikar W. Eda.
Yusuf Bombang, seniman berkulit hitam dan tak pernah tidur malam, memainkan "gedombang perkusi," alat musik yang dilengkapi beberapa rebana, yang dimainkan sendiri oleh Bombang. Lat musik tersebut diciptakan sendiri oleh Bombang dan baru saja dimainkan di Singapura mengisi pentas seni Melayu.
Sementara Yoko Nomura memainkan alat musik asal Tibet berbentuk cawan dari logam, yang biasa digunakan dalam kegiatan keagaman Budha. Permainan musik kedua seniman berbeda negara itu dipadukan dengan geseken biola Nandong oleh Yoppi Smong, tabuh perkusi Yudha dan alat musik cello yang digesek penuh impresif oleh Jassin Burhan.
Musisi yang pernah belajar cello di Prancis ini adalah satu-satunya pemain cello di dunia yang pernah memainkan alat musik tesebut di atas sayap ekor replika pesawat Seulawah RI 001 di Anjungan Aceh Taman Mini Indonesa Indah.
Komposisi musik lain yang dimainkan dalam panggung seni budaya Aceh itu meliputi komposisi "Salam Siar Smong," komposisi penyambutan dan penghormatan kepada tamu. Dilanjutkan berturut-turut komposisi "Nandong Smong dan Puisi Nyeri Aceh," dan komposisi "Bangkit Aceh Puisi Inilah Aceh."
Panggung seni budaya Aceh juga dimarakkan dengan pertunjukan Seudati pmpinan Syech Idris dan rapai geleng, dimainkan belasan perempuan Jakarta. Rapai Geleng, aslinya berasal dari Manggeng Aceh Selatan berhasil merampas perhatian penonton yang memadati ruangan galeri. Diantara deretan penonton hadir anggota DPR RI asal Aceh Khaidir, Taufiqulhadi, Nasir Djamil, Bachtiar Aly, anggota DPD Fachrul Razi, tokoh Aceh Syamsuddin Mahmud dan lain-lain.
Gubenur Aceh Zaini Abdullah saat membuka panggung seni budaya Aceh itu, nenyatakan dukungannya terhadap penyelenggaraan kegiatan seni budaya Aceh sebagai amanah Undang -Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
"Pemerintah akan mendukung penyelenggaraan kegatan seni Aceh seperti malam ini. Selain melestarikan, juga menjadi promosi bagi Aceh," kata gubernur dalam pidatonya yang dibacakan Drs Mustafa, staf ahli gubernur bidang ekonomi.
Gubernur mempersilakan masyarakat luar Aceh berbondong-bondong mengunjungi Aceh, dan menyatakan Aceh memiliki banyak tempat kunjungan wisata. "Aceh siap menerima kehadiran wisatawan asing maupun domestik," ujar gubernur. [tribunnews]
EmoticonEmoticon