Di Indonesia, Industri Kreatif Digital 'Belum Jadi Duit'

AcehXPress.coIndonesia belum bisa memaksimalkan potensi industri kreatif digital sebagai salah satu enabler yang mendorong pertumbuhan enonomi. Pasalnya, industri ini belum dikemas secara baik agar bisa dimonetisasi secara maksimal.

Demikian pendapat yang disampaikan Ketua Komite Tetap Bidang Telekomunikasi Kadin Indonesia, Johnny Swandi Sjam dalam talkshow IndoTelko Forum di Kembang Goela, Jakarta, Rabu (10/9/2014).

"Saya melihat Industri kreatif digital di Indonesia belum menonjol. Ini karena belum dipasarkan dan dimonetisasi dengan maksimal. Padahal, Indonesia punya potensi yang besar untuk bermain di industri kreatif digital karena banyak menghasilkan konten kreatif dan pasar yang besar. 

"Tetapi selama belum dipasarkan dan dimonetisasi dengan baik, akan kalem-kalem saja. Akan sulit membuat dunia percaya jika industri ini bisa terus berkembang di Indonesia," paparnya.

Ia menyarankan, pemerintah mendatang harus memberikan perhatian yang lebih kepada sektor ICT atau teknologi informasi komunikasi dengan lebih mendorong perannya menumbuhkan perekonomian dengan tidak hanya memandang sebagai obyek pajak.

"Kita tahu penetrasi broadband akan signifikan meningkatkan perekonomian suatu negara. Kalau semangatnya mencari pendapatan negara bukan pajak, tidak tercapai semua itu. Kita harus percaya dengan konsep membangun ekosistem ICT akan menurunkan banyak manfaat bagi perekonomian. Istilahnya, pemerintah menikmati nanti di belakang, bukan di depan," katanya.


Untuk memajukan dunia ICT, menurut Johnny, pemimpin Indonesia yang baru tidak hanya butuh melakukan revolusi mental, tapi juga revolusi pola pikir. 

"Sudah bukan rahasia lagi jika telekomunikasi mampu menaikkan perekonomian suatu bangsa sebanyak 0,7%. Sedangkan broadband mampu sampai 1,3% GDP. Itu cukup besar untuk perekonomian suatu negara," katanya.

Namun faktanya, nilai ekonomi ICT belum dimanfaatkan pemerintah. Padahal sumbangan produk digital kreatif di Indonesia pada 2012 mencapai 40% dari total pendapatan industri kreatif nasional, atau sekitar Rp 288 miliar dari total 573,9 miliar.

Dengan tingginya angkatan kerja Indonesia, seharusnya bisnis kreatif berbasis digital ini bisa menjadi sandaran bagi kehidupan masyarakat. Di Amerika Serikat saja, kata Johnny, ada sekitar 21% dari total GDP dikontribusi dari industri digital di Silicon Valley.

"Kuncinya, Indonesia memerlukan kementerian teknis yang bisa mewujudkan hadirnya tata kelola bisnis yang sehat dan pembangunan infrastruktur untuk mendorong ekonomi broadband," katanya.

Pemerintah baru di bawah kendali Jokowi, menurutnya, harus berani mengambil pilihan sulit untuk memilih mengorbankan potensi mengurangi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor ICT yang jumlahnya sekitar Rp 13 triliun per tahun dan beralih meyakini bahwa pertumbuhan tiap 10% penetrasi jaringan broadband bisa mendorong pertumbuhan GDP sebesar 1,38%.

"Kami berharap, calon pemimpin nasional di masa mendatang bisa merevolusi pola pikir terhadap sektor ICT. Jangan hanya berpikir masalah ketersediaan perangkat di sekolah maupun kampus, tapi lebih dari itu, ICT sebagai enabler perekonomian," harap Johnny.

Berdasarkan data IDC untuk proyeksi 2014 ini, Indonesia akan menghabiskan hingga USD 16,4 miliar untuk belanja produk ICT. Angka ini naik 12,5% dibandingkan tahun lalu yang mencapai USD 14,7 miliar.

Karena itu, lanjut Johnny, jika menempatkan sektor ICT sebagai pendorong, infrastruktur yang mendukung sektor ini harus diposisikan sebagai komponen strategis dan layak menjadi prioritas, bukan sebagai lumbung setoran PNBP.

"Sektor ini butuh suatu yang konkret, misalnya insentif, komitmen pembangunan broadband, dan lainnnya, agar tidak terus menerus menjadi target pasar produk konsumtif," pungkasnya.[]






detikinet

Related Posts


EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng
:lv