Ilustrasi Sisang Paripurna |
Pengesahan Qanun Jinayat berlangsung dalam sidang paripurna yang dimulai sejak pukul 21.00 WIB. Sidang dipimpin oleh Ketua DPRA, Hasbi Abdullah dan Wakil Ketua DPRA, Tanwir dan dihadiri oleh Gubernur Aceh, Zaini Abdullah. Sebelum disahkan, juru bicara masing-masing fraksi di DPRA terlebih dulu menyampaikan pendangan akhir mereka.
Semua fraksi di DPRA yaitu Partai Aceh, Partai Demokrat, Partai Golkar dan PPP-PKS mengaku setuju dengan Qanun Jinayat. Setelah sidang diskor sekitar empat jam, baru pada pukul 03.00 WIB dini hari ketujuh qanun tersebut disahkan.
Selain Qanun Jinayat, dalam sidang tersebut juga mengesahkan Qanun Pendidikan, Qanun Bank Aceh Syariat, Qanun Ketenagakerjaan, Perubahan Qanun Pengelolaan Keuangan Aceh, dan Qanun Syariat Islam, dan Qanun Pajak.
Juru Bicara Fraksi Partai Golkar, Aminuddin, mengatakan Qanun Jinayat yang diusulkan oleh Pemerintah Aceh nyaris sempurna sehingga dapat disahkan. Menurutnya, Partai Golkar menyetujui isi yang ada di dalam qanun tersebut.
"Setelah menggelar rapat internal, kami dapat menerima dan menyetujui Qanun Jinayat," kata Aminuddin saat membaca pendapat akhir fraksi, Jumat (26/9/2014) malam.
Sementara Juru Bicara Fraksi PPP-PKS, Mahyaruddin, mengatakan perlu penambahan satu pasal dalam Qanun Jinayat untuk pemberatan terhadap pejabat yang melakukan jarimah (melanggar syariat Islam). Ia mengusulkan pasal tambahan yaitu "setiap pejabat publik yang melakukan jarimah dikenakan hukuman tambahan 1/3 dari ukubat yang ditetapkan".
"Kami menerima Qanun Jinayat," kata Mahyaruddin.
Sekretaris DPRA Hamiz Zein, mengatakan seluruh usulan fraksi terkait ketujuh qanun yang disahkan akan disempurnakan kembali oleh panitia khusus.
Setelah seluruh anggota dewan yang hadir setuju dengan pengesahan ketujuh qanun tersebut, Tanwir kemudian mengetok palu sebanyak satu kali. "Apakah rancangan keputusan dewan dapat diterima menjadi keputusan DPRA?" tanya Tanwir.
Qanun Jinayat mengatur hukuman bagi pelanggar syariat Islam yang ada di Aceh. Tak terkecuali, qanun tersebut juga berlaku untuk mereka yang beragama bukan Islam meski diberikan pilihan dalam memilih hukuman seperti dapat memilih hukum syariat atau hukum pidana.
Dalam Pasal 5 butir b dan c menjelaskan bahwa qanun ini berlaku untuk mereka yang beragama bukan Islam. Butir berbunyi "setiap orang beragama bukan Islam yang melakukan jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta menundukkan diri secara sukarela pada hukum Jinayat".
Sementara butir c berbunyi "setiap orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam KUHP atau ketentuan pidana di luar KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini".
Kasus pelanggaran syariat Islam yang diatur dalam Qanun Jinayat berupa pelecehan seksual, perzinahan, pemerkosaan, mesum, minuman memabukkan, perjudian, lesbian, gay, dan menuduh orang lain berzina. Para pelanggar diancam hukuman cambuk antara 10 hingga 100 kali. [Detik]
EmoticonEmoticon