![]() |
Ilustrasi |
Ketua Asosiasi Disleksia Indonesia Aceh, dr Munadia Sp.KFR mengatakan keberadaan asosiasi tersebut di Aceh penting untuk sosialisasi soal disleksia. “Banyak temuan di Aceh, anak-anak yang kesulitan dalam belajar, dicap dengan malas dan bodoh, padahal label seperti itu salah,” kata Munadia.
Disleksia adalah gangguan pada penglihatan dan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan saraf pada otak. Akibatnya, anak mengalami kesulitan membaca.
Menurut Munadia, di negara maju seperti Singapura, anak yang mempunyai kesulitan belajar spesifik dibina, difasilitasi, dan dididik secara khusus dengan sangat intensif. Karena anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik mempunyai potensi sangat besar, yang kelak dapat diandalkan untuk membangun negaranya.
ADI Aceh nantinya akan terus melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan ke masyarakat secara luas untuk memberikan pemahaman soal disleksia maupun anak berkebutuhan khusus lainnya.
Ketua ADI, dr Kristiantini Dewi SpA, mengatakan lembaganya terbentuk sejak 27 Desember 2009. ADI berdiri secara independen dan berada di bawah UNESCO. Dalam Forum Disleksia Dunia di Paris, Perancis pada November 2012, ADI telah dikenal luas dan mendapat mandat melakukan sosialisasi sampai ke seluruh wilayah Indonesia. “Kami sering kampanye di daerah-daerah dengan menghadirkan pakar-pakar tentang anak,” kata Kristiantini. [Tempo]
EmoticonEmoticon