kongres sumpah pemuda |
AcehXPress.com | Ikrar
Sumpah Pemuda menggunakan ejaan van Ophuysen
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
***
Hari
ini, 28 oktober 2014 bertepatan dengan hari sumpah pemuda. Seluruh indonesia
memperingati sejarah dimana pengikraran satu tonggak utama yang
diagung-agungkan sebagai kristalisasi semangat demi menegaskan cita-cita
berdirinya indonesia dimuka bumi, ditengah-tengah menggilanya orang-orang asing
yang berusaha menjajah ibu pertiwi.
Puluhan
tahun lalu, keputusan kongres pemuda kedua diselenggarakan selama dua hari,
27-28 oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Musyawarah besar ini menegaskan
cita-cita bahwa nantinya akan lahir “Tanah Air Indonesia”, “Bangsa Indonesia”
dan “Bahasa Indonesia”. Keputusan akbar ini kelak akan menjadi asas bagi setiap
“perkumpulan kebangsaan indonesia” dimana nantinya kelahiran ikrar sumpah
pemuda ini harus diumumkan dalam segala surat kabar dan dibacakan dimuka rapat
perkumpulan-perkumpulan.
Dua
hari yang berat bagi setiap peserta kongres akbar tersebut, dua hari yang penuh
perjuangan, dua hari yang penuh emosi meletup-letup bagi setiap pemuda-pemuda
indonesia yang ‘ngotot’ mempertahankan ide-ide realistis brilian
dari pikiran mereka demi terwujudnya bangsa indonesia seperti yang harapan oleh
setiap orang.
Namun
detik ini rasanya dua hari yang sangat berat tersebut telah menguap dan
memudar, seiring semakin meningkatnya suhu kerusakan yang juga dilakukan oleh
putra-putri bangsa ini, impian untuk membangun indonesia seperti yang
diharapkan sepertinya cukup menjadi mimpi saja.
Pemuda
dan pemudi bangsa ini tidak ada yang sadar bahwa mereka sudah cukup lama
terlena dalam senandung dahsyat ‘nina bobo-nya’ sang peri kemalasan yang
membuai mereka dalam mimpi panjang bahwa ‘matahari masih akan bersinar besok
walaupun aku tidak berjuang’. Pemuda-pemudi milik Negara ini telah terbiasa
dengan segala sesuatu yang bersifat ‘instant’, cukup menyeduh para
pendahulu dan atasan mereka yang telah sukses dengan segepok uang, maka dia
juga akan ikut sukses. Tidak perlu repot membuang waktu untuk berlelah-lelah
dalam berjuang. Praktis bukan?
Hari
ini pula, rasa nasionalisme telah menjadi sesuatu yang langka dan hampir punah.
Jiwa-jiwa nasionalis ini telah runtuh tanpa ada yang melindungi dan membantu
melestarikan. Selain bagi mereka yang telah direkrut untuk mengabdi pada
Negara, selebihnya nasionalisme cukuplah diperingati dengan menulis status pada
media jejaring sosial. Mereka berusaha menulis dengan kualitas tulisan sebagus
mungkin, kemudian mengharapkan teman-teman yang terhubung dengan mereka
menyukai status tersebut. Mereka hanya ingin terlihat masih update dengan memperingati
hari pengkristalan semangat tersebut tanpa merasa berdosa karena tidak
melakukan apapun.
Kondisi
lain yang lebih miris adalah kenyataan bahwa tidak ada satupun dari mereka yang
ingin dianggap ‘gaptek’ karena tidak mengikuti updatenya perkembangan
teknologi, namun mereka rela bahkan bangga jika dianggap ketinggalan dan tidak
mengikuti perkembangan bangsa, mereka hanya menyalahkan pemerintah jika terjadi
sesuatu yang membuat renggangnya hubungan para pembesar negeri dengan
masyarakat. Tidak ada lagi yang mengoreksi diri, mereka hanya sibuk menuduh dan
menyalahkan, mengotori dinding-dinding situs jejaring sosial mereka dengan
cacian dan makian, intinya hanya satu “Pemerintah tidak becus” dan menganggap
bahwa “kami sudah sangat becus”, sedangkan hasil kerja mereka adalah nol besar.
Indonesia,
semakin hari semakin kritis dan bobrok saja keadaannya, bahkan lebih parah
dibandingkan ketika masih dipimpin oleh penjajah asing. Meski saat ini kita
sudah merdeka, namun ternyata dewa ‘instant’ masih memerintah serta
menguasai pikiran sesat kita untuk hidup sebagai orang yang giat berleha-leha
dan malas berusaha.
Jadi,
apa yang harus dilakukan untuk menunjukkan bahwa pemuda indonesia tidak seburuk
ini? Apa yang harus dilakukan untuk menunjukkan bahwa kita masih bisa mencintai
dan melestarikan semangat idealisme untuk Negeri ini?
Jawabannya
hanya satu, berusahalah untuk melakukan apapun sesuai kemampuan demi
mengharumkan nama Negara, bukan malah menebar bau bangkai disekitarnya.
Cukuplah kita kasihan melihat nama indonesia yang selalu didampingi dan dihimpit
begitu banyak masalah. Masuklah dalam golongan orang-orang yang bermanfaat dan
pantas hidup dibumi pertiwi ini, setidaknya jikapun tidak ada segala sesuatu
yang diberikan secara Cuma-Cuma oleh indonesia, cukuplah ingat bahwa kita masih
diberi kesempatan untuk bernapas gratis tanpa harus membayar setiap oksigen
yang mengalir masuk dalam paru-paru yang menyambungkan jiwa dengan raga,
syukurilah hal tersebut dengan menjadi orang yang berguna, bukan orang-orang
yang hidup percuma dan sia-sia.
Bangunlah
dari buaian mimpi indah, dan anggaplah bahwa “matahari tidak akan terbit
jika aku tidak berjuang untuk hari esok” atau bahkan bisa saja “kiamat
akan terjadi jika aku masih melestarikan sifat malas”. Memang tidaklah
besar nilai dari segala sesuatu yang kita lakukan, namun jangan minder dan
pesimis akan hal itu, yakinlah selama yang kita lakukan adalah hal bermanfaat,
maka nilai baik tersebut akan mengikuti setiap langkah yang ditempuh.
Bukanlah
sesuatu yang sulit untuk menjadi orang yang berguna, selama kemauan masih ada. Jangan
asik terlena dalam buaian teknologi saja, jadikan kemampuan tidak ‘gaptek’ menjadi
sesuatu yang luar biasa. Berhentilah untuk sibuk menyalahkan aparatur Negara
dalam jejaring sosial yang kita miliki, tunjukkan sikap ksatria seorang pemuda
bahwa yang seharusnya dilakukan bukan hanya menjadi pahlawan dalam status saja.
Tapi tunjukkan pada dunia, bahwa indonesia masih punya pemuda yang bisa
menebarkan harum dan mengubur bangkai-bangkai dengan bau tidak sedap yang
bertebaran diatas bumi pertiwi ini.
jangan
menjadi pendosa karena hanya mengucapkan selamat hari sumpah pemuda untuk
merasa keren tanpa melakukan apa-apa.
***
Mengabadikan
sejarah juga merupakan salah satu kontribusi penting bagi Negara, tanpa jurnalis dan
penulis, tidak akan ada yang akan menulis ‘diary’
tentang segala sesuatu yang terjadi dinegeri ini sebagai kenang-kenangan.
Selamat Hari Sumpah Pemuda untuk seluruh pemuda Indonesia. [Diana Syahputri]
EmoticonEmoticon