![]() |
Eksekusi cambuk |
Ratusan warga termasuk pejabat dan ulama menyesaki masjid tempat berlangsungnya eksekusi, Jumat (19/9/2014). Ini merupakan hukuman cambuk pertama digelar Pemerintah Kota Banda Aceh setelah 2007 lalu. Dalam tujuh tahun terakhir tak ada eksekusi cambuk, meski banyak pelaku pelanggaran syariat Islam ditangkap petugas.
Delapan terpidana cambuk yakni Putra Suryadi (20), Wahyu Iqbal (20), Muzakir Fakri (39), Samsuddin Hanafiah (51), Faizal Amin (28), Musliadi Fakhruddin (31), Yusri Nurdin (37) dan M Hasan (30). Semuanya warga Aceh.
Sayogianya yang dicambuk hari ini sembilan orang, namun seorang terpidana Abdussalam (43) dinyatakan tidak sehat, sehingga eksekusinya ditunda. Sementara delapan terpidana lain tak ada keluhan tentang kesehatannya.
Mahkamah Syariah pada 15 September lalu, memutuskan mereka terbukti melanggar Qanun Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Maisir atau Perjudian dan divonis masing-masing delapan kali cambuk dipotong masa tahanan atau tiga kali cambuk.
Para terpidana dicambuk dengan rotan di atas panggung mini depan masjid oleh seorang algojo yang mengenakan jubah dan penutup wajah. Saat cambuk berlangsung, warga yang menonton menyoraki terpidana.
Tiga terpidana sempat emosi saat dicambuk dan berupaya menyerang algojo, namun langsung dicegah oleh polisi dan wilayatul hisbah (polisi syariah). Mereka bahkan mengeluarkan makian terhadap petugas di atas panggung.
Menurut laporan Jaksa Penuntut Umum, kesembilan terpidana cambuk ditangkap polisi saat bermain judi kartu remi di Terminal Keudah, Banda Aceh pada Juli 2014. Selain menyita kartu remi, polisi juga mengamankan uang Rp1,4 juta yang digunakan untuk taruhan.
Karena perbuatan ini ranahnya qanun syariat Islam, polisi kemudian menyerahkan kasus ini ke wilayatul hisbah. Mereka sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kahju, Aceh Besar sejak tertangkap, hingga selesai proses persidangan di Mahkamah Syariah. Barang bukti uang Rp1,4 juta yang disita petugas diserahkan ke Baitul Mal.
Wali Kota Banda Aceh Illiza Saaduddin Djamal menyatakan, eksekusi cambuk ini digelar bukan untuk menghina para pelanggar syariat Islam di depan umum. "Tapi untung mengangkat derajat dan martabat manusia di depan Allah," katanya.
Menurutnya eksekusi cambuk ini bagian dari penerapan syariat Islam yang sedang dijalankan pihaknya, untuk mewujudkan Banda Aceh sebagai kota madani dan syariah.
Sementara itu beberapa warga yang menyaksikan eksekusi cambuk tersebut mempertanyakan komitmen pemerintah setempat dalam menjalankan hukuman cambuk bagi pelaku maksiat. Pasalnya yang kena cambuk selalu masyarakat menengah ke bawah.
"Selalu orang-orang kecil yang dicambuk, orang-orang besar kenapa ngak pernah dicambuk? Inikan sama dengan mempermainkan hukum Allah," kata Abdussamad (40) seorang warga Banda Aceh.
Dia mencontohkan seperti kasus mesum yang melibatkan seorang pejabat di Banda Aceh bernisial HBU dan ajudan Wali Kota Banda Aceh bernisial AF.
HBU ditangkap polisi syariah karena diduga bermesum dengan perempuan bukan muhrimnya di sebuah rumah kecantikan di kawasan Peunayong pada 5 November 2012. Namun hingga kini tak dicambuk. Ironinya, dia sempat dilantik sebagai pejabat di Badan Pembinaan dan Pemberdayaan Dayah (pesantren) Provinsi Aceh, sebelum jabatannya dicopot karena derasnya kritikan warga.
Sementara itu AF ditangkap polisi syariah karena diduga mesum dengan seorang mahasiswa di kawasan wisata Pantai Ulee Lheu, Banda Aceh, 10 April 2013. AF saat itu merupakan ajudan Wali Kota Banda Aceh.
Ironinya saat hendak dibawa ke markas polisi syariah, mobil petugas yang mengangkut AF langsung dicegat di tengah jalan oleh Edi Syahputra yang saat itu menjabat Kepala Satpol PP dan WH Banda Aceh. Edi memaksa anak buahnya melepaskan AF.
AF yang diduga melanggar qanun syariat Islam tentang khalwat atau mesum sama sekali tak diproses secara hukum syariah. Sanksi diberikan hanya mutasi ke Kantor Camat. Berikutnya Edi dicopot dari jabatannya. []
okezone
EmoticonEmoticon