AcehXPress.com | Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh yang dibantu oleh Polisi Syariat Pemerintah Kota (Pemkot) Banda Aceh kembali mengeksekusi empat terpidana maisir (judi), Jumat (3/10) di pelataran parkir Masjid Agung Al-Makmur, Lampriet, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh setelah salat Jumat.
Ke empat terpidana maisir itu adalah Muhazzar Ridwan Idris (33), Mukhtaruddin Abdullah (43), Ridwan Juned (39) dan Hermansyah (34). Masing-masing mereka mendapatkan hukuman cambuk 5 kali dari 7 kali putusan Pengadilan Negeri (PN) setelah dikurangi 2 kali cambuk dipotong masa tahanan.
Seribuan warga memadati pekarangan parkir menyaksikan langsung prosesi hukum cambuk tersebut. Panggung tempat cambuk yang beralaskan hambal merah berukuran 4x3 meter dipenuhi warga. Warga yang menonton dibatasi dengan pagar jarak sekitar 12 meter kiri dan kanan, kecuali awak media yang diperbolehkan masuk dalam pekarangan panggung cambuk.
Ke empat terpidana maisir yang dihukum cambuk kali ini tidak ada perlawanan. Berbeda dengan terpidana judi yang dihukum cambuk sebelumnya sempat melawan dan bahkan tidak menggunakan baju khusus. Namun terpidana kali ini tertib dan mau menggunakan baju khusus yaitu baju putih panjang.
Hanya satu orang terpidana yang bernama Hermansyah melambaikan tangan pada penonton saat naik ke panggung eksekusi. Kemudian usai dieksekusi, Hermansyah berusaha menyodorkan tangan untuk bersalaman dengan algojo, namun petugas segera menghalanginya.
Menanggapi kontroversi hukuman cambuk yang diberlakukan di Banda Aceh dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal menanggapinya santai. Menurutnya, apapun penilaian orang, yang terpenting baginya menegakkan syariat Islam sebagaimana di perintahkan Allah SWT.
"Tentang kontroversi ini kita gak sanggup diintervensi oleh siapapun, yang kita jalankan hukum Allah dan kalau mau komplain, silakan komplain sama allah," kata Illiza Sa'aduddin Djamal usai setelah hukum cambuk.
Illiza tegaskan pada dasarnya tidak ada niat Pemko Banda Aceh menghukum cambuk seseorang. Akan tetapi ini semua adalah perintah Allah dan Qanun Aceh Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir, Khamar.
Menurutnya, ini bentuk kasih sayang bagaimana mereka mau bertaubat di jalan Allah dan kita mengangkat harkat martabat mereka. Selain itu menjadi pembelajaran bagi seluruh masyarakat untuk melaksanakan perintah Allah dan bagian amar makmur lahir mungkar menjaga diri sendiri, keluarga dan orang lain dari api neraka.
"Sesungguhnya hukum cambuk yang kita berlakukan ini adalah pembinaan, bukan hukuman dan untuk membangun kesadaran warga masyarakat dan mereka juga terhindar hal-hal bersalah," tegasnya.
Illiza berharap dengan adanya hukum cambuk ini kedepan semakin berkurang dan bahkan tidak ada lagi pelaku yang melanggar hukum Allah. Sehingga tidak ada lagi orang yang dicambuk.
"Bukan berarti kita senang kalau ada orang yang dicambuk, tetapi kita senang kalau masyarakat tidak melakukan kesalahan dan tidak ada yang dihukum cambuk di Banda Aceh," tutupnya. []
merdeka
Ke empat terpidana maisir itu adalah Muhazzar Ridwan Idris (33), Mukhtaruddin Abdullah (43), Ridwan Juned (39) dan Hermansyah (34). Masing-masing mereka mendapatkan hukuman cambuk 5 kali dari 7 kali putusan Pengadilan Negeri (PN) setelah dikurangi 2 kali cambuk dipotong masa tahanan.
Seribuan warga memadati pekarangan parkir menyaksikan langsung prosesi hukum cambuk tersebut. Panggung tempat cambuk yang beralaskan hambal merah berukuran 4x3 meter dipenuhi warga. Warga yang menonton dibatasi dengan pagar jarak sekitar 12 meter kiri dan kanan, kecuali awak media yang diperbolehkan masuk dalam pekarangan panggung cambuk.
Ke empat terpidana maisir yang dihukum cambuk kali ini tidak ada perlawanan. Berbeda dengan terpidana judi yang dihukum cambuk sebelumnya sempat melawan dan bahkan tidak menggunakan baju khusus. Namun terpidana kali ini tertib dan mau menggunakan baju khusus yaitu baju putih panjang.
Hanya satu orang terpidana yang bernama Hermansyah melambaikan tangan pada penonton saat naik ke panggung eksekusi. Kemudian usai dieksekusi, Hermansyah berusaha menyodorkan tangan untuk bersalaman dengan algojo, namun petugas segera menghalanginya.
Menanggapi kontroversi hukuman cambuk yang diberlakukan di Banda Aceh dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal menanggapinya santai. Menurutnya, apapun penilaian orang, yang terpenting baginya menegakkan syariat Islam sebagaimana di perintahkan Allah SWT.
"Tentang kontroversi ini kita gak sanggup diintervensi oleh siapapun, yang kita jalankan hukum Allah dan kalau mau komplain, silakan komplain sama allah," kata Illiza Sa'aduddin Djamal usai setelah hukum cambuk.
Illiza tegaskan pada dasarnya tidak ada niat Pemko Banda Aceh menghukum cambuk seseorang. Akan tetapi ini semua adalah perintah Allah dan Qanun Aceh Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir, Khamar.
Menurutnya, ini bentuk kasih sayang bagaimana mereka mau bertaubat di jalan Allah dan kita mengangkat harkat martabat mereka. Selain itu menjadi pembelajaran bagi seluruh masyarakat untuk melaksanakan perintah Allah dan bagian amar makmur lahir mungkar menjaga diri sendiri, keluarga dan orang lain dari api neraka.
"Sesungguhnya hukum cambuk yang kita berlakukan ini adalah pembinaan, bukan hukuman dan untuk membangun kesadaran warga masyarakat dan mereka juga terhindar hal-hal bersalah," tegasnya.
Illiza berharap dengan adanya hukum cambuk ini kedepan semakin berkurang dan bahkan tidak ada lagi pelaku yang melanggar hukum Allah. Sehingga tidak ada lagi orang yang dicambuk.
"Bukan berarti kita senang kalau ada orang yang dicambuk, tetapi kita senang kalau masyarakat tidak melakukan kesalahan dan tidak ada yang dihukum cambuk di Banda Aceh," tutupnya. []
merdeka
EmoticonEmoticon