ilustrasi Gepeng |
Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Lhokseumawe, T Mansyur, yang ditanya Analisa, Rabu (24/9) membenarkan jumlah pengemis, baik yang mengalami cacat fisik maupun tidak yang beroperasi di kota ini meningkat.
Pengemis tersebut setiap hari melakukan aktivitas mengemis di persimpang lampu lalulintas, perkantoran pemerintah dan swasta, pertokoan, swalayan dan SPBU. Pemko Lhokseumawe sudah pernah melakukan pendataan beberapa bulan lalu dengan mendatangi langsung setiap pengemis.
Saat dilakukan pendataan, ujarnya, petugas menemukan sekitar 20 pengemis berasal dari wilayah Lhokseumawe dan selebihnya merupakan penduduk Aceh Utara yang datang setiap hari untuk mengemis.
Mansyur mengakui pihaknya sulit melakukan penertiban dan penangkapan terhadap pengemis serta melakukan pembinaan karena selama ini dana untuk itu belum terakomodir dalam APBK Lhokseumawe.
Dissosnaker Lhokseumawe tidak menertibkan pengemis yang beroperasi di Lhokseumawe karena tidak memiliki dana pembinaan, pemulangan dan pengembalian pengemis ke desa asal masing-masing.
Pada 2015, ujarnya, pihaknya telah mengusulkan sebuah rumah singgah di Lhokseumawe. Rumah ini bisa digunakan untuk membina pengemis selama beberapa hari setelah mereka ditertibkan untuk kemudian dipulangkan ke desa masing-masing.
Selama ini Dissosnaker sangat terbatas upayanya untuk melakukan penertiban karena belum mengetahui solusi yang dilakukan setelah pengemis itu dirazia agar tidak lagi beroperasi di kota ini lagi, demikian Mansyur.
Fenomena serupa terjadi di Kota Subulussalam. Para pengemis di kota ini mulai menjamur dalam beberapa bulan terakhir.
Tanpa bermaksud mengerdilkan posisi mereka, para peminta-minta mempertontonkan adegan negatif atau meniru dan memperagakan ketidaksempurnaan fisik sebagai daya tarik orang untuk memberikan sumbangan dan bantuan. Fenomena sosial ini tak elok dipandang mata.
Berdasarkan pengamatan wartawan, Kamis (25/9) para pengemis melancarkan aksi mereka di sejumlah titik, seperti warung kopi, supermaket, pasar terminal terpadu, lapangan Beringin, perkantoran pemerintahan, rumah sakit umum daerah (RSUD), dan sekolah-sekolah. Bahkan, peminta-minta yang diduga berasal dari luar daerah ini mendatangi rumah-rumah penduduk.
Kondisi ini ditanggapi beragam oleh penduduk di bumi Sadakata itu. Ada pengemis yang diberikan uang setelah melihat kondisi fisik cacat dan memprihatinkan. Namun, tak jarang juga dibiarkan begitu saja karena dinilai hanya berpura-pura cacat.
“Saya pernah berjumpa dengan seorang pengemis di pasar terminal, waktu itu dia berjalan miring. Saya duga karena kakinya cacat sebelah. Sempat kasihan juga melihatnya. Tapi, saat hujan dia berlari kencang mencari tempat berteduh. Tertawa saya melihatnya. Ada-ada saja cara pengemis mencari uang sekarang,” kata Nurmala, warga Subulussalam
“Saya malah pernah diajak berkelahi oleh pengemis ketika saya abadikan foto mereka yang sedang meminta-minta,” sambung warga lainnya, Muhlis Gayo, seraya berharap dinas terkait dapat menertibkan para pengemis tersebut.
Menanggapi persoalan tersebut, Kepala Dinas Sosial Kota Subulussalam, Asmial MPd, yang dihubungi secara terpisah mengatakan, dalam waktu dekat akan melakukan koordinasi dengan Satpol PP dan WH untuk menertibkan para peminta-minta di Subulussalam.
“Nanti kita datangi mereka. Kita beri arahan, pembinaan. Jika berasal dari luar daerah kita pulangkan,” ujar Asmial melalui telepon seluler. []
analisa
EmoticonEmoticon