AcehXPress.com | Kader Partai Golongan Karya yang juga Wali Kota Yogya, Haryadi Suyuti, menolak Rancangan Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah. "Saya kira ini bukan soal partai lagi, tapi nasib demokrasi kita ke depan," ujar Haryadi.
Haryadi terpilih melalui pilkada langsung yang diusung partai berlambang pohon beringin sejak menjabat wakil walikota dan akhirnya terpilih menjadi wali kota pada 2011 silam. Meski saat ini Golkar menjadi lokomotif dalam koalisi Merah Putih yang mendorong disahkannya RUU Pilkada itu, Haryadi melihat langkah itu terlalu tergesa-gesa dan kurang matang.
"Seharusnya yang diajak bicara bukan partai dengan partai, tapi masyarakat dulu, maunya seperti apa," kata dia.
Menurutnya, seseorang ketika sudah menjadi kepala daerah seharusnya sudah tak lagi bicara kepentingan partai atau kelompoknya. "Dengan RUU Pilkada ini saya pesimis kepala daerah terpilih bisa mengabdi sepenuhnya pada rakyat," kata dia.
Alasan penghematan biaya pilkada jika dipilih melalui DPRD, dianggap Haryadi hanya dampak kecil yang tak sebanding dengan proses demokrasi yang berjalan. "Penyelenggaraan pilkada langsung tinggal dibenahi saja agar hemat dan berkualitas, semua elemen diperbaiki, tapi tak perlu diubah sistemnya secara total," kata dia.
Haryadi sendiri enggan berkomentar banyak dengan sikap Golkar yang justru kini jadi satu partai paling gencar mengusulkan pilkada tak langsung. "Pilkada langsung jauh lebih baik, karena kepala daerah harusnya milik rakyat tanpa kecuali, tidak partai-partaian lagi," ujarnya.
Sedangkan Wakil Wali Kota Yogyakarta Imam Priyono menyatakan menentang usulan RUU Pilkada itu. Imam yang juga politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu melihat RUU Pilkada bukan sekadar bentuk kemunduran akibat tercabutnya hak rakyat terlibat langsung dalam sistem demokrasi.
"RUU itu akan menimbulkan kekacauan luar biasa pada hubungan eksekutif dan legislatif yang secara fungsional punya peran berbeda," kata Imam.
Imam pernah punya pengalaman cukup pahit terkait dampak buruk relasi DPRD dengan kepala daerah yang akhirnya merembet pada pelaksanaan program daerah. "Jangan sampai terjadi lagi, ketika DPRD merasa tak cocok dengan kepala daerah kemudian berujung pada politik saling sandera," kata dia. []
Tempo
EmoticonEmoticon