AcehXPress.com | Banda Aceh - Ribuan orang melakukan pawai obor di Kota Banda Aceh untuk mengenang 10 tahun gempa dan tsunami yang menerjang pesisir Aceh dan Samudera Hindia. Mereka juga menggelar renungan atas bencana yang merenggut 200 ribu jiwa itu.
Peserta pawai berasal dari berbagai kalangan dan komunitas anak muda, para siswa di Banda Aceh, hingga mahasiswa perwakilan PMI korps perguruan tinggi se-Indonesia. Perwakilan dari Palang Merah Internasional (ICRC) serta duta Palang Merah bebeberapa negara seperti Jepang, Kanada, Australia, Singapura juga ikut serta.
Pawai bertajuk Dari Aceh untuk Dunia dimulai dari depan Masjid Baiturrahim Ulee Lheu, Kecamatan Meuraxa, pada Minggu malam. Masjid ini dipilih karena saat tsunami menerjang hanya bangunan ini yang tersisa di bibir Pantai Ulee Lheu.
Sambil membawa 1.000 obor, peserta longmars dengan tertib menelusuri Jalan Iskandar Muda sepanjang 5 kilometer hingga berakhir di Lapangan Blang Padang. Di lapangan yang bertabur prasasti ucapan terima kasih kepada negara-negara yang sudah membantu Aceh saat tsunami ini, mereka menggelar renungan disertai tausyiah agama.
Aksi yang digelar Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah itu dikawal ketat petugas kepolisian dan menjadi perhatian warga kota. “Malam hari ini kami mengenang kembali detik-detik yang paling kami ingat dan telah menjadi perhatian dunia, yaitu bencana tsunami pada 26 Desember 2004,” kata Ketua Bidang Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat, Muhammad Muas, dalam sambutannya.
Menurutnya, tsunami yang merenggut banyak nyawa tersebut tak perlu lagi ditangisi. Tetapi, ia mengajak semua masyarakat untuk terus menatap masa depan dan berbuat terbaik serta menumbuhkan kesadaran mitigasi bencana. “Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak dan Negara-negara di dunia yang sudah membantu Aceh saat tsunami,” tukas Ketua PMI Aceh, Teuku Alaidinsyah.
Sekretaris Daerah Aceh, Darmawan, di sela melepaskan peserta pawai obor mengatakan bahwa momentum 10 tahun tsunami harus dijadikan sebagai kampanye dalam meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana. “Mari sama-sama kita saling menjaga lingkungan,” ujarnya.
Wali Kota Banda Aceh Illiza Saaduddin Djamal menyebutkan, bencana tsunami Aceh harus dijadikan pembelajaran bagi semua manusia. Tsunami, kata dia, bukan sekadar bencana tapi juga menjadi ajang pemersatu bangsa-bangsa di dunia.
Saat Aceh dilanda tsunami 10 tahun lalu, kisah Illiza, bangsa-bangsa di dunia menunjukkan solidaritasnya. “Tanpa membedakan ras, suku, agama mereka sama-sama bergerak membantu Aceh,” ujarnya.
Sementara seorang peserta pawai, Fakhrizan Mahyeddin Joely, berharap renungan atau mengenang peristiwa tsunami jangan digelar sebatas simbolis, tapi juga penting dibangun komitmen bersama untuk siaga bencana.
Menurutnya, Aceh dan Indonesia berada di jalur cincin api yang rentan bencana, sehingga masyarakat harus didorong bisa bersahabat dengan bencana. “Harusnya pemerintah perlu membuat sosiasisasi tentang bencana ini setiap bulan,” kata Fakhrizan. [Okezone]
EmoticonEmoticon