![]() |
Subham Banerjee |
Sebelum menciptakan Braigo Labs, Banerjee sama sekali tidak tahu istilah braile. Kata 'braile' ia temukan saat ia tak sengaja membaca brosur penggalangan dana untuk tunanetra. Dan, ia bertanya-tanya bagaimana cara mereka membaca. Saat menanyakan hal itu ke ayahnya, dia disuruhgoogling.
Pada berbagai situs, ia terkejut melihat tingginya biaya printer braile, yakni US$2.000. "Ketika saya tahu biaya printer braile, saya sangat terkejut," Banerjee menuturkan pada Business Insider. "Saya hanya ingin membantu tunanetra."
Dia lantas mempelajari seluk beluk braile, sistem tulisan taktil yang digunakan tuna netra. Setelah dirasa paham, dia coba aplikasikan idenya pada Lego Mindstorms EV3 (mainan lego robotis) miliknya. Sekadar informasi, Lego Mindstorms EV3 adalah mainan lego robotis yang bisa menciptakan objek 3 dimensi (3D).
Nah, Banerjee memodifikasi mainan legonya tersebut dengan beberapa perkakas yang ia dapat dari toko Home Depot. Ternyata, kreasinya berfungsi cukup baik. Karya Banjeree dapat pengakuan dari berbagai pihak, seperti The Tech Awards 2014, dan dia dapat undangan ke White House Faire, suatu penghargaan bagi mahasiswa-pengusaha-inovator.
Oiya, nama Braigo Labs sejatinya singkatan dari Braille dan Lego. Nah, sejak Braigo banyak diakui kalangan profesional, Banerjee yakin bahwa penemuannya bisa memecahkan masalah yang puluhan tahun ini melanda para tuna netra di seluruh dunia. Sebab, printer ciptaan Banerjee jauh lebih murah ketimbang yang sudah ada di pasaran.
Banerjee mengatakan printer ciptaannya dapat mengurangi harga printer braile di pasaran, kira-kira US$500. Menurut situs webnya, ada 285 juta orang tunanetra di seluruh dunia, dan 90 persen dari mereka tinggal di negara berkembang. Tentu, rencana Banerjee untuk "menjatuhkan" harga printer braile tidaklah mudah. Tapi setidaknya dia mau mencoba.
"Saya ingin memberitahu (produsen, perusahaan besar) untuk berhenti mengambil keuntungan dari tunanetra," katanya. [Viva]
EmoticonEmoticon