Mulyati |
AcehXPress.com | Mengelola sebuah institusi pendidikan tidak mudah. Tantangan datang tidak hanya dari siswa, tetapi juga guru, orangtua dan lingkungan sekitar.
Mulyati memahami betul kondisi ini. Sekolah yang dipimpinnya, SMPN 11 Kota Solo, adalah SMP Plus. Di era kepemimpinan Joko Widodo sebagai Wali Kota Solo, SMPN 11 merupakan sekolah yang dikhususkan menerima anak-anak tidak mampu. Semua siswa di sekolah ini dapat belajar dengan gratis.
"Sebelum ditunjuk jadi sekolah 'plus', SMPN 11 adalah sekolah umum. Setelah menjadi sekolah 'plus', kami harus menerima calon siswa dengan nilai akademis serendah apa pun. Tantangannya adalah sulit mengembangkan sumber daya manusia (SDM)," ungkap Mulyati.
Secara fasilitas, sekolahnya kalah jauh dengan sekolah unggulan. Dari segi input siswa juga setali tiga uang. Namun, wanita kelahiran Wonogiri, 22 Februari 1971 ini tidak patah arang. Dia berfikir di luar kotak dan malah menerapkan ilmu pemasaran untuk mengelola sekolahnya. Kuncinya, kata Mulyati, adalah 4P yaitu product, place, price danpromotion.
Unsur P pertama adalah produk. Dapat dipastikan siswa SMPN 11 kalah saing dengan pelajar sekolah lain karena input akademisnya rendah. P berikutnya adalah place. Lokasi SMPN 11 cukup terisolasi meski berada di dekat kota. Unsur ketiga, yakni price, juga tidak bisa dimanfaatkan karena nilai-nilai siswa sangat rendah.
"Jadi satu hal yang bisa dilakukan adalah mengedepankan promotion.Saya gali potensi anak yang bisa dipromosikan pada masyarakat dengan mengikutkan mereka dalam berbagai kegiatan lomba," imbuhnya.
Guru Terpuji se-Jateng tahun 2011 ini menjelaskan, dia tidak menargetkan kemenangan dalam setiap lomba. Keikutsertaan dalam berbagai kompetisi tersebut adalah memberikan kesempatan kepada murid untuk unjuk diri. Bahkan, Mulyati tidak segan memberi contoh dengan aktif mengikuti berbagai lomba kependidikan.
"Prinsip saya adalah example is leadership, keteladanan adalah kepemimpinan," ujar Mulyati.
Di sekolah, Mulyati membebaskan para guru berinovasi dalam pembelajaran. Nyatanya, sebelum penerapan Kurikulum 2013, Mulyati telah menggunakan multimedia sebagai alat bantu kegiatan belajar mengajar (KBM). Inisiatif Mulyati pun mendapat apresiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai sebuah inovasi pembelajaran.
"Guru di sini berhasil membuat rekaman pendidikan sendiri, tanpa bantuan dari pihak lain," tuturnya.
Selama kepemimpinannya sejak 2012, prestasi akademis dan non akademis di SMPN 11 Solo meningkat. Di sisi lain, kepedulian terhadap sesama juga bertambah melalui nilai-nilai sosial yang ditanamkan Mulyati.
"Prinsipnya adalah, meski dari kalangan tidak mampu kita harus tetap berbagi," jelasnya.
Kepala Sekolah Berprestasi Kota Solo 2012 dan 2013 ini sering mengadakan acara berbagi dengan kaum dhuafa serta menggalakkan zakat dari para guru. Murid yang tidak mampu akan mendapat santunan setiap dua bulan sekali.
Mulyati juga menggerakkan orangtua asuh bagi yatim piatu dengan menggandeng donatur dari Jakarta. Setiap tahun, bantuan datang ke sekolah, Kemudian, bantuan tersebut disalurkan kepada anak yatim piatu yang tidak mampu untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
"Istilahnya, setiap ada kegiatan apa pun saya selalu 'ngamen,'" tutur Mulyati sambil tersenyum.
Dia berprinsip, anak-anak tidak mampu adalah ladang amal. Karena itulah dia memitovasi para guru untuk benar-benar peduli pada anak didik mereka.
Program-program tersebut berpengaruh terhadap status sekolah sebagai SMP Plus. Mulyati bercerita, sejak tahun ajaran lalu, sekolahnya sudah melakukan seleksi umum namun tetap mengutamakan siswa dari kalangan tidak mampu.
Perjuangannya pun berbuah manis. Dia meraih predikat Kepala Sekolah Berprestasi Tingkat Nasional 2014. Gelar ini membuat jerih payahnya selama ini semakin terasa berharga. Meski semua itu harus memulai proses panjang dan penuh perjuangan.
"Sangat luar biasa bagi saya, yang berasal dari sekolah biasa. Bisa bersaing dengan sekolah-sekolah bekas rintisan RSBI atau sekolah berlabel internasional," ungkapnya lagi.
Di Hari Guru Nasional (HGN) ini, Mulyati menitipkan pesan kepada para guru untuk terus belajar. Karena perkembangan ilmu sekarang tanpa diimbangi dengan kemauan guru untuk belajar, hanya omong kosong belaka.
"Jadi prinsipnya, selama guru mau belajar, perubahan apa pun tidak akan pernah membuat mereka (guru) bingung," pesannya. [okezone]
EmoticonEmoticon