AcehXPress.com | Pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno terkait bendera Aceh barter dengan pengelolaan potensi Migas 12 mil di laut mendapat kecaman keras. Politisi Partai Aceh, Nur Zahri menyebutkan ini ketidakpahaman Tedjo Edhy Purdijatno terkait kekhususan yang dimiliki Aceh.
Nur Zahri, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengatakan, menjadi aneh ketika Pemerintah Pusat menegosiasikan sesuatu yang merupakan amanah undang-undang. Padahal ini merupakan kewajiban pemerintah untuk menjalankan dan mengesahkan peraturan daerah.
"Hal inilah menunjukkan bahwa pusat belum bisa memahami pengorbanan rakyat Aceh yang menghilangkan mimpi Aceh Merdeka (AM) hanya demi sebuah kedamaian dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," tegas Nur Zahri pada merdeka.com, Kamis (20/11) di Banda Aceh.
Kata Nur Zahri, peraturan dan perundang-undangan itu sifatnya tegas, tidak ada negosiasi dalam peraturan (hukum). Jadi kalau Pemerintah Pusat menganggap daerah tidak boleh mengelola potensi Migas di atas 12 mil. Seharusnya dengan alasan apapun kewenangan itu tidak boleh diberikan.
Namun dengan kejadian seperti ini, ada kesan sebuah aturan daerah bisa dinegosiasikan antara daerah dan Pemerintah Pusat. Demikian juga Pemerintah Pusat telah menipu dalam pelaksanaan dan pengesahan aturan daerah tanpa ada negosiasi.
"Tapi dari pernyataan Menko Polhukam di media yang mengatakan bahwa bila ada negosiasi dengan bentuk bendera Aceh, maka pusat akan membolehkan pengelolaan Migas di atas 12 mil bagi Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa bukan peraturan atau hukum yg menjadi acuan pusat, melainkan masalah ikhlas atau tidak ikhlas," imbuhnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno menjelaskan, apabila Aceh menuruti pemerintah pusat maka akan ada kewenangan yang dimiliki pemerintah pusat menjadi kekuasaan daerah.
"Kewenangan-kewenangan pusat yang sebagian itu akan diserahkan pada daerah. Jadi daerah itu melaksanakan kewenangan pusat. Ada beberapa yang diminta akan diberikan tapi mereka harus mengubah bendera. Bendera tak boleh yang sekarang, warna dan bentuknya," ungkapnya.
Tedjo menyebut beberapa kewenangan yang bisa diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah Aceh, salah satunya adalah pengelolaan pesisir pantai di pulau-pulau.
"Sebagian besar (pengelolaan) oleh mereka, diminta Aceh dan kita beri sebagian. Tapi kita minta bendera yang jadi concern itu harus dipenuhi. Ini soal timbal balik saja. Pulau-pulau terluar yang ada di wilayah mereka. Mereka kelola tambang yang ada di pesisir dan teritorial," papar mantan Kasal ini. [Merdeka]
XP Teknologi | Bahas Teknologi
Headline
Nanggroe
DPRA Kecam Pernyataan Menko Polhukam Soal Barter Bendera
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
EmoticonEmoticon