Mahasiswa Pascasarjana Aceh Diluar Daerah: Pemekaran Aceh Tidak Masuk Akal

AcehXPress.coIsu pemekaran Aceh menjadi tiga provinsi, mencuat jelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemekaran ini diklaim sebagai solusi untuk mempercepat pemerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat di wilayah pantai barat selatan dan wilayah Tengah.

Pemerintah Provinsi Aceh selama ini dianggap belum mampu memajukan pembangunan wilayah barat, selatan, dan tengah, sehingga diusulkan pembentukan dua provinsi baru yakni Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS).

Hal tersebut direspon oleh sejumlah kalangan, diantaranya sejumlah mahasiswa yang sedang menuntut ilmu diluar Aceh, menurut mereka, relevansi pemekaran daerah harus sesuai dengan MoU dan UUPA, tidak sertamerta latah mewacanakan pemekaran atas dasar ketimpangan. Hal tersebut dikhawatirkan malah kemudian menjadi latenisasi perilaku koruptif elit baru di daerah pemekaran, serta munculnya keinginan penguasaan sumber daya oleh elit baru di daerah barat-selatan dan tengah.

“Signifikansi pilihan pemekaran bukan solusi, yang harus dilakukan adalah menekan pemerintah provinsi untuk memprioritaskan daerah barat selatan. Cari pilihan solutif, jangan melempar wacana berbahaya yang berimplikasi pada munculnya konflik horizontal,” ujar Zulfiadi Ahmedy, S.IP, Ketua Himapasay (Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana Aceh Yogyakarta) kepada AcehXPress.com, Jumat sore (17/10/2014).

Menurut Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada (UGM) tersebut, jika ketimpangan dijadikan alasan utama pemekaran, itu tidak masuk akal, pemekaran dilakukan jika daerah harus sudah siap menjadi daerah baru. Signifikansi pilihan pemekaran bukan solusi, yang harus dilakukan adalah menekan pemerintah provinsi untuk memprioritaskan daerah barat selatan.

“Cari pilihan solutif, jangan melempar wacana berbahaya yang berimplikasi pada munculnya konflik horizontal,” ungkap Alumni Ilmu Politik Unsyiah tersebut.

Hal senada juga disampaikan Iqbal Ahmady, S.IP, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Indonesia, menurutnya, pemekaran Aceh jika ditinjau kembali sebenarnya lagu lama aransemen baru. Isu yang telah lama ada kemudian berhembus kembali. Dahulu isu ini berkembang kuat, lalu kemudian redup setelah pentolan yang menyuarakan isu pemekaran ini dapat beberapa 'jatah proyek' sebagai kopensasi, lalu langsung saja isu pemekaran lenyap.

“Memang pemekaran adalah hak daerah yang telah diatur dalam undang undang, namun kita juga harus melihat urgensi dalam memekarkan suatu wilayah. Jangan sampai hanya karena ingin mendapat keuntungan pribadi berupa jabatan dan keuntungan politik lainnya, pemekaran kemudian dipaksakan dalam kelahiran yang prematur,” ujar mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Fisip UI tersebut.

Karena itu, tambah Iqbal, hal tersebut sangat merugikan masyarakat. Dirinya berharap jangan ada pihak yang menjadi centil dengan genitnya bersuara lantang pemekaran Aceh seakan sesuatu hal yang sangat mendesak harus dilaksanakan.


“Kenapa anggota dewan itu tidak bekerja saja untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat wilayah barat selatan dengan program-program yang akan diperjuangkan oleh anggota dewan tersebut,” imbuh Iqbal kepada AcehXPress.com. [Athailah]

Related Posts


EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng
:lv