Ilustrasi |
Sebab, kata Jafar, UU tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi. "Biasanya, hakim akan menguji UU itu berdasarkan UUD 45, apakah bertentangan atau tidak. Karena amanah UUD 45, setiap kepala daerah dipilih secara demokratis, sedangkan pemilihan langsung dan melalui DPRD sama-sama demokratis," kata dosen Fakultas Hukum Unsyiah itu di Banda Aceh, Rabu (1/10/2014).
Mantan Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh itu menilai, disahkannya UU Pilkada merupakan strategi Koalisi Merah Putih (KMP) untuk menghadang hegemoni (dominasi) dari koalisi Joko Widodo dan Jusuf Kala (Jokowi-JK) mulai dari tingkat pusat sampai daerah-daerah. "Saya rasa UU Pilkada merupakan strategi KMP untuk menghadang dominasi Jokowi-JK, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah," katanya.
Jafar menilai, bila tidak ada UU Pilkada dan UU MD3, maka sudah dipastikan PDIP dan partai koalisinya akan mendominasi, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah.
Dikatakannya, dengan pemilihan langsung, maka popularitas Jokowi-JK yang didukung PDI-P dan koalisinya akan merembet ke daerah-daerah yang didukung rakyat, sehingga pasangan kepala daerah yang didukung KMP tidak populer.
Dengan demikian, dengan adanya UU Pilkada bisa dipastikan pilkada di daerah-daerah akan dikuasai atau dimenangkan oleh KMP dan koalisi Jokowi-JK akan kalah.
"Jadi, UU Pilkada bukan politik balas dendam, tapi strategi KMP akan merebut kekuasaan di di daerah-daerah, karena mereka menguasai kursi di DPRD. Mereka akan bagi-bagi kekuasaan," katanya.
Menurut dia, sebenarnya lahirnya UU Pilkada bukan dari partai politik, karena RUU itu muncul sejak tahun 2010 yang diusulkan oleh pemerintah yang di dalam draf itu sudah diwacanakan pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
"Jadi, kalau pemerintah yang mengusulkan kepentingannya sangat objektif, misalnya pemilihan langsung terlalu besar biayanya," katanya. []
Mantan Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh itu menilai, disahkannya UU Pilkada merupakan strategi Koalisi Merah Putih (KMP) untuk menghadang hegemoni (dominasi) dari koalisi Joko Widodo dan Jusuf Kala (Jokowi-JK) mulai dari tingkat pusat sampai daerah-daerah. "Saya rasa UU Pilkada merupakan strategi KMP untuk menghadang dominasi Jokowi-JK, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah," katanya.
Jafar menilai, bila tidak ada UU Pilkada dan UU MD3, maka sudah dipastikan PDIP dan partai koalisinya akan mendominasi, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah.
Dikatakannya, dengan pemilihan langsung, maka popularitas Jokowi-JK yang didukung PDI-P dan koalisinya akan merembet ke daerah-daerah yang didukung rakyat, sehingga pasangan kepala daerah yang didukung KMP tidak populer.
Dengan demikian, dengan adanya UU Pilkada bisa dipastikan pilkada di daerah-daerah akan dikuasai atau dimenangkan oleh KMP dan koalisi Jokowi-JK akan kalah.
"Jadi, UU Pilkada bukan politik balas dendam, tapi strategi KMP akan merebut kekuasaan di di daerah-daerah, karena mereka menguasai kursi di DPRD. Mereka akan bagi-bagi kekuasaan," katanya.
Menurut dia, sebenarnya lahirnya UU Pilkada bukan dari partai politik, karena RUU itu muncul sejak tahun 2010 yang diusulkan oleh pemerintah yang di dalam draf itu sudah diwacanakan pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
"Jadi, kalau pemerintah yang mengusulkan kepentingannya sangat objektif, misalnya pemilihan langsung terlalu besar biayanya," katanya. []
Okezone
EmoticonEmoticon