AcehXPress.com | Lembaga Ombudsman RI Perwakilan Aceh mendesak Bupati Aceh Utara untuk segera mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Kewenangan Pemerintah Mukim dalam pengelolaan sumber daya alam.
Hal ini disampaikan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr. Taqwaddin ketika menjadi narasumber pada dialog publik yang dilaksanakan di Fakultas Hukum Unimal, Lhokseumawe, Rabu, 22 Oktober 2014.
Acara ini dilaksanakan oleh LSM Bytra dan The Asia Foundation. Dialog membahas berbagai macam persoalan terkait mandat pengelolaan SDA oleh pemerintahan mukim yang sudah disebutkan dalam Qanun Aceh Utara No 14 Tahun 2011 tentang Pemerintahan Mukim.
"Kehadiran Perbup mampu mendistribusikan sebagian urusan kewenangan kabupaten kepada mukim dimana ini merupakan suatu keharusan yang menderivasi atau penjabaran norma legislasi lokal menjadi regulasi eksekutif," ujar Taqwaddin, Rabu malam, 22 Oktober 2014.
Taqwaddin menjelaskan, jika distribusi kewenangan kabupaten yang sebagiannya diberikan kepada pihak mukim optimis akan semakin menunjukkan eksistensi pihak mukim yang nyata terhadap kekuasaan dan kewibawaannya. Namun, kata Taqwaddin lagi, yang menjadi permasalahannya adalah terjadinya fakta secara psikologis di kalangan sesama oknum elit pemerintahan di tingkat kabupaten.
"Intinya yang mereka permasalahkan adanya dengan adanya bentuk pembagian kewenangan tersebut akan berdampak semakin berkurangnya jatah fee oknum elit pemerintahan," ujarnya lagi.
Katanya, fenomena inilah yg mengakibatkan masih rendahnya political will pihak pemerintah kabupaten terhadap mukim. Menurutnya, selama ini pihak Ombudsman seringkali menerima berbagai keluhan yang disampaikan para imuem mukim bahwa mereka tidak memiliki kewenangan sedikitpun dari segi pemerintahan.
"Padahal pemerintahan mukim adalah lembaga unik karakteristik Aceh sehingga harus dilestarikan dan dikembagkan. Apalagi eksisten mukim sebagai masyarakat hukum adat menurut konstitusi RI harus diakui dan dihormati oleh negara," ujarnya lagi.
Taqwaddin berharap kepada pemerintah Aceh, termausk Pemkab Aceh Utara sendiri harus bersikap reaktif dalam mengatur segala bentuk pengelolaan hutan adat oleh pemerintah mukim dalam wilayah hukumnya. Menurutnya, momentum yang sudah diberikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dapat diimplementasikan dalam bentuk perbup tentang Kewenangan Pemerintahan Mukim tentang Pengelolaan Hutan Adat.
"Secara lembaga kita mengusulkan agar dilakukan inventarisasi hutan adat pada setiap mukim sebagai hak kullah bertuan karena inventarisasi ini perlu melibatkan pakar hukum adat," ujarnya.
Dialog publik ini dihadiri para imum mukim, akademisi, utusan Pemkab, dan aktivis LSM disiarkan live secara nasional melalui video conferensi Mahkamah Konstitusi yang dipancarkan ke semua fakultas hukum negeri se Indonesia.
Dialog ini mendapat respon positif dari Dr Muhammad Alim, Hakim Mahkamah Konstitusi, yang memaparkan Putusan MK 35/2012 berkaitan PUU Kehutanan serta yang mengakui keberadaan hutan adat. [ap]
Hal ini disampaikan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr. Taqwaddin ketika menjadi narasumber pada dialog publik yang dilaksanakan di Fakultas Hukum Unimal, Lhokseumawe, Rabu, 22 Oktober 2014.
Acara ini dilaksanakan oleh LSM Bytra dan The Asia Foundation. Dialog membahas berbagai macam persoalan terkait mandat pengelolaan SDA oleh pemerintahan mukim yang sudah disebutkan dalam Qanun Aceh Utara No 14 Tahun 2011 tentang Pemerintahan Mukim.
"Kehadiran Perbup mampu mendistribusikan sebagian urusan kewenangan kabupaten kepada mukim dimana ini merupakan suatu keharusan yang menderivasi atau penjabaran norma legislasi lokal menjadi regulasi eksekutif," ujar Taqwaddin, Rabu malam, 22 Oktober 2014.
Taqwaddin menjelaskan, jika distribusi kewenangan kabupaten yang sebagiannya diberikan kepada pihak mukim optimis akan semakin menunjukkan eksistensi pihak mukim yang nyata terhadap kekuasaan dan kewibawaannya. Namun, kata Taqwaddin lagi, yang menjadi permasalahannya adalah terjadinya fakta secara psikologis di kalangan sesama oknum elit pemerintahan di tingkat kabupaten.
"Intinya yang mereka permasalahkan adanya dengan adanya bentuk pembagian kewenangan tersebut akan berdampak semakin berkurangnya jatah fee oknum elit pemerintahan," ujarnya lagi.
Katanya, fenomena inilah yg mengakibatkan masih rendahnya political will pihak pemerintah kabupaten terhadap mukim. Menurutnya, selama ini pihak Ombudsman seringkali menerima berbagai keluhan yang disampaikan para imuem mukim bahwa mereka tidak memiliki kewenangan sedikitpun dari segi pemerintahan.
"Padahal pemerintahan mukim adalah lembaga unik karakteristik Aceh sehingga harus dilestarikan dan dikembagkan. Apalagi eksisten mukim sebagai masyarakat hukum adat menurut konstitusi RI harus diakui dan dihormati oleh negara," ujarnya lagi.
Taqwaddin berharap kepada pemerintah Aceh, termausk Pemkab Aceh Utara sendiri harus bersikap reaktif dalam mengatur segala bentuk pengelolaan hutan adat oleh pemerintah mukim dalam wilayah hukumnya. Menurutnya, momentum yang sudah diberikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dapat diimplementasikan dalam bentuk perbup tentang Kewenangan Pemerintahan Mukim tentang Pengelolaan Hutan Adat.
"Secara lembaga kita mengusulkan agar dilakukan inventarisasi hutan adat pada setiap mukim sebagai hak kullah bertuan karena inventarisasi ini perlu melibatkan pakar hukum adat," ujarnya.
Dialog publik ini dihadiri para imum mukim, akademisi, utusan Pemkab, dan aktivis LSM disiarkan live secara nasional melalui video conferensi Mahkamah Konstitusi yang dipancarkan ke semua fakultas hukum negeri se Indonesia.
Dialog ini mendapat respon positif dari Dr Muhammad Alim, Hakim Mahkamah Konstitusi, yang memaparkan Putusan MK 35/2012 berkaitan PUU Kehutanan serta yang mengakui keberadaan hutan adat. [ap]
EmoticonEmoticon