AcehXPress.com | Alotnya proses penyusunan personel kabinet membuat pemerintahan Jokowi-JK hingga tiga hari usai pelantikan, masih juga belum mempunyai pembantu-pembantu untuk menjalan roda pemerintahan. Pelibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Penelusuran dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dalam proses penyusunan kabinet, diharapkan Jokowi-JK sebagai parameter terciptanya aparatur yang "bersih" demi memenuhi ekspektasi publik yang demikian besar terhadap pemerintahan baru.
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menilai sikap Jokowi yang sangat lamban dalam memutuskan nama-nama menterinya lebih dikarenakan kehati-hatiannya. Justru pelibatan KPK dan PPATK dalam proses penyusunan kabinet sebagai tradisi yang patut diapresiasi.
"Tentunya Jokowi tidak ingin umur pemerintahan seumur jagung karena menterinya tiba-tiba dicokok KPK. Salah memilih menteri sama saja Jokowi mengabaikan harapan publik dan hal tersebut sangat rentan dikuliti koalisi Merah Putih," ujar Ari kepada merdeka.com, Rabu (22/10).
Menurut pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) ini, arsitektur kabinet Jokowi-JK menjadi ujian terberat di awal pemerintahan baru Jokowi-JK.
"Jika salah memilih menteri, maka masa bulan madu rezim Jokowi-JK akan segera berakhir. Respons pelaku pasar menjadi negatif dan publik menjadi pesimis. Rekomendasi KPK dan PPATK tentunya tidak bisa dianggap enteng karena kedua lembaga inilah bisa mengetahui isi jeroan jejak rekam kekayaan setiap calon menteri. Sikap prudent dan tidak mau asal comot calon menteri baik dari kalangan parpol maupun profesional hendaknya dimaknai gebrakan revolusi mental-nya Jokowi.
"Kita selama ini terlalu mahfum dengan pribadi yang cetar membahana dalam pengemasan personal namun kini terkaget-kaget dengan tekad dan kemauan Jokowi yang ingin memilih calon pembantunya yang terbebas dari noda rasuah dan gratifikasi," pungkas Ari yang juga dosen di Program S2 Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini. [merdeka]
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menilai sikap Jokowi yang sangat lamban dalam memutuskan nama-nama menterinya lebih dikarenakan kehati-hatiannya. Justru pelibatan KPK dan PPATK dalam proses penyusunan kabinet sebagai tradisi yang patut diapresiasi.
"Tentunya Jokowi tidak ingin umur pemerintahan seumur jagung karena menterinya tiba-tiba dicokok KPK. Salah memilih menteri sama saja Jokowi mengabaikan harapan publik dan hal tersebut sangat rentan dikuliti koalisi Merah Putih," ujar Ari kepada merdeka.com, Rabu (22/10).
Menurut pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) ini, arsitektur kabinet Jokowi-JK menjadi ujian terberat di awal pemerintahan baru Jokowi-JK.
"Jika salah memilih menteri, maka masa bulan madu rezim Jokowi-JK akan segera berakhir. Respons pelaku pasar menjadi negatif dan publik menjadi pesimis. Rekomendasi KPK dan PPATK tentunya tidak bisa dianggap enteng karena kedua lembaga inilah bisa mengetahui isi jeroan jejak rekam kekayaan setiap calon menteri. Sikap prudent dan tidak mau asal comot calon menteri baik dari kalangan parpol maupun profesional hendaknya dimaknai gebrakan revolusi mental-nya Jokowi.
"Kita selama ini terlalu mahfum dengan pribadi yang cetar membahana dalam pengemasan personal namun kini terkaget-kaget dengan tekad dan kemauan Jokowi yang ingin memilih calon pembantunya yang terbebas dari noda rasuah dan gratifikasi," pungkas Ari yang juga dosen di Program S2 Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini. [merdeka]
EmoticonEmoticon