Trik Para TKI di Arab Saudi untuk Bisa Berhaji

Ilustrasi
AcehXPress.co|  Keterbatasan kuota haji membuat sulitnya warga Arab Saudi maupun yang tinggal disana untuk menunaikan ibadah haji. Namun, tetap saja ada berbagai cara supaya bisa berhaji. 

Salah satunya adalah Aisyah (34), asal Madura, Jawa Timur, yang telah enam kali naik haji selama 15 tahun bekerja di Arab Saudi. Aisyah yang ditemui saat mabit atau bermalam di Mina (salah satu wajib haji) mengatakan bahwa mukimin yang ingin berhaji harus mempunyai cara khusus.

Aisyah saat ini sedang bekerja di Jeddah, sekitar satu jam perjalanan darat ke Makkah. "Kalau kita tidak punya tasrih maka tidak boleh masuk Makkah," katanya.

Untuk mengakali masalah izin, Aisyah melaksanakan haji tamattu, yakni melaksanakan umrah wajib dahulu baru berhaji. Pertama ia berangkat umrah wajib pada saat bulan Ramadhan karena pada waktu itu pemeriksaan belum ketat. "Kalau mendekati wukuf sangat ketat," kata ibu satu anak yang suaminya bekerja di Makkah ini.

Setelah itu ia kembali bekerja ke Jeddah. Nah pada saat mendekati wukuf di Arafah, dia lalu membayar kepada agen yang merupakan warga setempat sebesar 1.000 riyal (sekitar Rp 3,2 juta). "Itu paket penuh, saya dijemput ke Jeddah dan dikembalikan ke Jeddah. Juga dapat makan dan tenda (saat di Arafah), serta penginapan di Makkah. Jika tidak paket penuh maka bayarnya lebih murah," kata wanita yang sering tersenyum ini.

Ia mengatakan karena sopir yang mengangkutnya dari Jeddah adalah orang Arab maka ia cukup mudah masuk ke Makkah. Tentu sebagai jamaah haji tidak resmi, dia tidak akan mendapat fasilitas sebagai haji resmi. Haji resmi harus membayar "general service fee" (biaya layanan umum) guna fasilitas jamaah di Arafah dan Mina, terutama tenda dan transportasi.

Mereka juga diantar ke Arafah. Namun selama di Padang Arafah saat melakukan wukuf, mereka tidak tinggal di tenda-tenda resmi, namun mendirikan tenda sendiri yang dibangun oleh agennya. Agennya juga menyediakan makan selama di Arafah. Maklum saja karena di Arafah tidak ada penjualan makanan.

Usai melaksanakan wukuf, mereka kembali menggunakan kendaraan yang telah disediakan untuk melakukan ritual haji lainnya, yakni mabit (bermalam) di Muzdalifah dan dilanjutkan perjalanan ke Mina pagi harinya.

Namun di Mina mereka tidak disediakan tenda. Untuk tidur, mereka hanya beralas tikar, sajadah atau karpet. Di sini juga tidak disediakan makan. Mereka harus membeli makan sendiri. Untungnya di Mina ada beberapa toko makanan atau restoran. Sambil menunggu tengah malam anggota rombongan ada yang mengaji, berdoa, tidur dan sekadar ngobrol.

Mereka hanya bermalam sampai tengah malam (melewati tengah malam), untuk selanjutnya berjalan kaki menuju penginapan mereka di Makkah yang kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh atau sekitar 30 menit berjalan kaki. Untuk itu mereka tidur di dekat perbatasan Mina-Makkah agar tidak terlalu jauh dari penginapan.

Sore hari mereka lalu kembali ke Mina untuk melempar jamrah, dan dilanjutkan kembali dengan menginap sampai tengah malam. Kegiatan ini dilakukan selama dua hari, tutur Aisyah yang bekerja apa saja, mulai di rumah sakit, hotel dan lainnya. [Ant, Inilah]


EmoticonEmoticon