![]() |
Raffi-Gigi |
AcehXPress.com | Direktur Remotivi (lembaga pemantau televisi), Roy Thaniago mengomentari tayangan eksklusif pernikahan presenter Raffi Ahmad dengan Nagita Slavina di Trans TV. Menurutnya, penayangan acara pernikahan yang sampai belasan jam itu merupakan pelecehan terhadap publik.
"Hak publik untuk mendapatkan manfaat dari pengelolaan frekuensi publik menjadi terabaikan. Kasus ini sebangun dan serupa dengan pemakaian frekuensi publik untuk kepentingan politik sektarian pada pemilu lalu," kata Roy dalam siaran persnya, Jumat (17/10/14).
Trans TV menampilkan segmen live eksklusif bertajuk "Menuju Janji Suci" di dua tayangan regulernya, yakni Insert dan Show Imah pada 6-15 Oktober lalu. Segmen ini menyiarkan persiapan Raffi dan Nagita sebelum naik ke pelaminan.
Puncaknya adalah tanyangan proses pernikahan Raffi-Nagita secara langsung pada 16-17 Oktober sejak pukul 08.00 WIB-22.00 WIB. "Apa yang kita lihat dalam siaran langsung pernikahan tersebut adalah penyalahgunaan frekuensi publik yang dilakukan secara telanjang dan sewenang-wenang," tandasnya.
Ironisnya, lanjut Roy, bukan kali ini saja hal tersebut dilakukan oleh stasiun televisi. "Catatan kami, pada 2012 lalu, RCTI meluncurkan tayangan bertajuk `Jodohku` (20 Mei), dengan menayangkan resepsi pernikahan Anang Hermansyah dengan Ashanti selama tiga jam penuh," ungkap Roy.
Penilaian Roy didasarkan pada Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS). Dimana dalam mukadimah menyebutkan, pemanfaatan frekuensi radio sebagai ranah publik yang merupakan sumber daya alam terbatas dapat senantiasa ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat sebesar-besarnya.
Lalu Pasal 11 menyebutkan, lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik. Apalagi dalam SPS Pasal 13 ayat 2 menyatakan, program siaran tentang permasalahan kehidupan pribadi tidak boleh menjadi materi yang ditampilkan dan/atau disajikan dalam seluruh isi mata acara, kecuali demi kepentingan publik.
"Memang aturan tersebut tidak mengatur secara definitif tentang muatannya. Maka itu, dibutuhkan keberanian KPI, sebagai regulator, untuk menafsirkan lebih jauh semangat dari UU Penyiaran dan pasal per pasal di P3-SPS," harapnya.
"Ketidaksempurnaan aturan harus diatasi KPI dengan bekerja melampaui aturan yang bersifat teknis. Tafsir yang progresif itu nantinya bisa menjadi bekal bagi KPI untuk tak ragu-ragu dalam bertindak," imbuhnya
Roy lantas menyebutkan, banyak stasiun TV dan radio, baik lokal maupun komunitas, yang sulit untuk memperoleh izin penggunaan frekuensi. Karena frekuensi elektromagnetik yang dipakai untuk bersiaran televisi dan radio adalah sumber daya alam yang terbatas.
"Karena keterbatasan serta peran pentingnya sebagai medium komunikasi massa ini pula, setiap pemegang izin siar melalui gelombang frekuensi televisi dan radio, punya kewajiban untuk menyaring setiap informasi dan konten yang ditayangkan agar sesuai dengan kepentingan publik. Sebab itu, menyiarkan pernikahan selebritas adalah arogansi perusahaan televisi Jakarta yang melukai rasa keadilan banyak pihak yang belum berpeluang mendapat izin pengelolaan frekuensi," terangnya. []
KanalSatu.com
EmoticonEmoticon