Tumbangkan Hutan, WALHI Gugat Qanun Tata Ruang Aceh ke MA

AcehXPress.coWahana Lingkungan Hidup (WALHI) mengajukan uji materi atau judicial review Qanun No.19/2013 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Aceh ke Mahkamah Agung (MA).

Sebab, peraturan tersebut telah mengabaikan pengaturan wilayah Kawasan Ekosistem Lauser (KEL) dengan Kawasan Strategis Nasional (KSN) seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional (RTRWN).

"Qanun tersebut sudah mengurangi wilayah luas hutan Aceh seluas 145.982 hektar, termasuk hutan lindung dan konservasi menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 79.179 hektar. Lalu penunjukan kawasan hutan baru seluas 26.465 hektar," kata Direktur WALHI Aceh, Muhammad Nur di Jakarta, Kamis kemarin.

Menurutnya, Qanun tersebut juga telah mengabaikan pengaturan wilayah kelola mukim sebagai wilayah hak asal usul masyarakat adat di Aceh. Padahal wilayah kelola masyarakat adat diakui dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Masyarakat adat secara langsung dicabut haknya dalam melakukan pengelolaan hutan yang sudah turun temurun mereka jaga," ujarnya.

Dia menuturkan, sebelum pengesahan Qanun RTRW Aceh tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah memberikan catatan perbaikan. Namun, hal ini diabaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan tetap mengesahkan serta memberlakukan Qanun tersebut. Di dalam Qanun yang ditetapkan 31 Desember 2013 juga masih terdapat bentuk pelanggaran baik secara prosedural maupun substansial.

"Pelanggaran ini berpotensi membuka akses kerusakan lingkungan secara sistematis di Aceh," ungkapnya.

Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum WALHI, Muhnur Satyahaprabu menambahkan, langkah yang diambil oleh pihaknya ini merupakan respon atas polemik tata ruang yang tertuang dalam produk hukum daerah tersebut. Judicial review ditempuh setelah sebelumnya berbagai upaya penolakan tata ruang dilakukan Walhi dan masyarakat sipil menolak Qanun RTRW Aceh.

"Namun gugatan judicial review bukanlah jalan terakhir yang kami tempuh dalam membuat pemerintah Aceh bisa mengakomodir masukan dan partisipasi masyarakat dalam RTRW Aceh," kata Muhnur.

Menurutnya, ada tiga alasan Walhi melakukan judicial review terhadap Qanun tersebut. Pertama, Qanun RTRW Aceh bertentangan dengan azas-azas pembentukan peraturan perundang-undangan. Kedua, bertentangan secara prosedural atau aspek prosedur tata ruang. "Terakhir, bertentangan secara subtansial dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dari Qanun tersebut," ujarnya.

Muhnur menegaskan, gugatan judicial review diajukan berdasarkan pada alasan-alasan yang sangat mendasar. Karena penerbitan satu kebijakan hukum apalagi terkait dengan struktur dan pola ruang adalah kebijakan yang sangat penting, sehingga banyak pertimbangan dan masukan harus diperhatikan. "Penyusunan dokumen lingkungan seperti KLHS dan lainnya haruslah terpenuhi sebelumnya, jika tidak dipastikan Qanun ini hanyalah dibuat untuk kapling-kapling wilayah guna kepentingan investasi ekstraktif saja," tegasnya. []



harianterbit

Related Posts


EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng
:lv